Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Harga BBM, Melupakan Pengalaman

Kompas.com - 21/06/2013, 10:01 WIB
KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya sudah punya pengalaman menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi, terutama saat berpasangan dengan Wakil Presiden M Muhammad Jusuf Kalla.

Pada periode kepemimpinan mereka tahun 2004-2009, pasangan Yudhoyono-Kalla tercatat tiga kali menaikkan harga BBM, dengan memberikan kompensasi bagi rakyat kecil. Kenaikan pertama diputuskan lima bulan setelah pelantikannya sebagai Presiden-Wapres RI pada Oktober 2004.

Waktu itu, harga minyak mentah dunia membubung tinggi sehingga berdampak menekan subsidi pada ongkos olahan minyak PT Pertamina (Persero). Meskipun diumumkan pada tanggal 28 Februari 2005, efektif kenaikan baru pada 1 Maret 2005. Besaran kenaikannya rata-rata sebesar 29 persen.

Sembilan bulan kemudian, tepatnya pada 1 Oktober 2005, Yudhoyono-Kalla kembali menaikkan harga BBM untuk kedua kalinya dengan kenaikan rata-rata sebesar 128 persen. Selanjutnya, pada saat krisis ekonomi dan keuangan dunia tahun 2008, yang berdampak pada kenaikan impor minyak mentah, Yudhoyono-Kalla kembali menaikkan harga BBM bersubsidi rata-rata 28,7 persen pada 24 Mei 2008.

Menurut Kalla yang kini Ketua PMI Pusat, putusan kenaikan harga BBM tak diulur-ulur seperti sekarang ini. ”Paling lama satu bulan sejak rapat putusan kenaikan harga BBM, sosialisasi, penyiapan administrasi, dan pengumpulan data rakyat untuk kompensasi, langsung diumumkan. Jadi, sekitar 5 kali rapat intensif, putusan bisa diambil,” ujarnya pekan lalu.

Semua kenaikan harga BBM waktu itu, juga diputuskan Yudhoyono-Kalla tanpa ”pinjam tangan” atau ”berlindung” di balik dukungan Sidang Paripurna DPR. Semuanya diputuskan pemerintah sendiri, baru belakangan dimintakan dukungan DPR. Bahkan, kenaikan harga BBM yang pertama justru mengabaikan penolakan Panitia Anggaran dan Komisi XI DPR. ”Pemerintah bertanggung jawab dan tidak membagi tanggung jawab ke lembaga lain. Sebab, kenaikan harga BBM sepenuhnya wewenang pemerintah berdasarkan UU APBN,” kata Kalla di Istana Kepresidenan saat itu.

Pemberian kompensasinya, dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), alokasi dananya juga sebagian besar diambil dari alokasi dana subsidi yang jika harga BBM tak disesuaikan akan membengkak hingga puluhan triliun rupiah. Dengan demikian, pemerintah tak perlu mencadangkan anggaran baru di tengah beban anggaran. Berbeda dengan dana untuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), yang dialokasikan dari sumber baru pembelanjaan negara.

Soal aksi protes militan yang kini terus berlangsung, Kalla mencatat perlu melihat hari yang baik. Saat kenaikan harga BBM sebesar 29 persen, aksi protes hanya seminggu. Saat BBM naik 128 persen, aksinya protes dua mingguan. Demikian juga saat kenaikan 28,7 persen, aksi protes tak lebih dari seminggu.

Kini, era kepemimpinan Yudhoyono-Boediono juga berencana menaikkan harga BBM. Wacana soal rencana kenaikan harga BBM sudah muncul sejak awal tahun ini, tetapi belum juga diumumkan. Sekalipun DPR juga sudah mendukung rencana tersebut. Sudah berlangsung rapat berulang kali. Aksi protes terus berlangsung tanpa henti. Kewenangan kini berada di tangan pemerintah. Pengalaman yang pernah ada tidak pernah dimanfaatkan. Praktis dilupakan. (Suhartono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com