Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Indosat-IM2, Mastel Akan Lapor ke Komisi Yudisial

Kompas.com - 09/07/2013, 16:28 WIB
Didik Purwanto

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) berencana melaporkan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi perkara tuduhan kerugian negara dalam kerjasama penyelenggaraan 3G antara PT Indosat Tbk dan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2) ke Komisi Yudisial (KY).

Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa mengatakan, alasan mereka melapor ke Komisi Yudisial karena majelis hakim telah bersikap parsial dengan hanya mengambil keterangan para saksi ahli yang memberatkan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengabaikan sama sekali fakta yang berkembang di persidangan.

"Termasuk keterangan dari para saksi ahli dan saksi fakta 'a de charge' yang diajukan oleh terdakwa dan penasehat hukum," kata Setyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, Selasa (9/7/2013).

Pada sidang putusan Senin (8/7/2013), Majelis hakim memberikan vonis kepada terdakwa mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto dengan pidana empat tahun plus denda Rp 200 juta subsider penjara tiga bulan.

Majelis Hakim juga memerintahkan PT Indosat dan IM2 membayar uang denda Rp 1,3 triliun.

Setyanto menilai, majelis hakim telah semena-mena melawan hukum dengan tidak mengindahkan sama sekali pendapat resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai regulator.

Kominfo, menurutnya, telah dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada yang dilanggar dalam perjanjian kerjasama antara Indosat dan IM2.

“Menafikan pendapat resmi otoritas negara (kominfo) sama saja halnya dengan menafikan Undang Undang 36 tahun 1999 yang merupakan landasan bisnis pertelekomunikasian di negara ini,” ujar Setyanto.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sammy Pangerapan mengatakan, dampak putusan kasus IM2 sangat besar. Pertama, kepada industri penyedia jasa internet.

“Bila IM2 dinyatakan bersalah, maka ada lebih dari 200 penyedia jasa internet (Internet Service Provider / ISP) yang menerapkan model bisnis yang sama juga harus dinyatakan bersalah dan membayar bea hak penggunaan (BHP) Frekuensi sejumlah yang dituduhkan kepada IM2 sebesar Rp 1,3 triliun,” kata Sammy.

Dia mengatakan, ratusan ISP beroperasi dengan skala usaha kecil dan menengah (UMKM), yang secara alami mustahil membayar Rp 1,3 triliun.

Dampaknya, menurut Sammy, ISP bisa bangkrut dan tidak bisa menyediakan jasa internet, yang berdampak pada terhentinya layanan internet atau "Kiamat Internet", sehingga akan mengganggu ekonomi secara keseluruhan.

Kedua, kata dia, kasus IM2 juga akan berdampak pada setiap orang pengguna seluler yang juga menggunakan frekuensi radio. Dia mencontohkan, apabila menggunakan terminologi tuduhan jaksa yang menyatakan bahwa setiap pengguna frekuensi radio yang tidak mengikuti tender pemerintah tapi tetap menggunakannya, maka setiap pengguna handphone seluler untuk telepon, mengirim pesan singkat (SMS), dan broadcast messenger yang memakai frekuensi radio, juga akan dianggap koruptor dan harus membayar Rp 1,3 triliun.

Selain itu, dia menilai Indonesia akan terisolasi dalam hubungan internasional. Sebab, para pelaku bisnis dan wisatawan asing yang datang ke indonesia, dan menggunakan handphone dari operator negara asalnya, harus membayar BHP Frekuensi, dan harus bayar Up-Front Fee ke negara Indonesia, karena operator luar negeri yang telepon selularnya dipakai oleh orang asing tidak mengikuti proses lelang frekuensi di Indonesia.

“Dengan kata lain, menggunakan frekuensi secara ilegal,” kata Sammy.

Sebaliknya, karena ada azas resiprokal di pergaulan internasional, bagi orang indonesia yang membawa handphone ke luar negeri juga harus bayar Frequency Fee yang berlaku di negara tujuan tersebut. Kalau tidak, akan ditangkap oleh penegak hukum di luar negeri.

Sementara itu anggota Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menyatakan, keputusan Hakim sama dengan mengesahkan kekeliruan paham jaksa. Majelis Hakim mengabaikan beberapa hal yang amat penting.

Menurut Nonot, dalam putusannya, majelis Hakim tampak tidak memahami kerangka regulasi telekomunikasi dengan sama sekali tidak menggunakan PP 52 tahun 2000 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang di dalamnya mengatur hubungan antara penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi.

“Padahal PP 52 tahun 2000 adalah dasar hukum yang memerintahkan penyelenggara jasa melakukan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Penyelenggara Jaringan dimana salah satu jaringan itu adalah Jaringan seluler yang beroperasi di pita 2.1GHz. Majelis Hakim menyatakan PKS itu perbuatan melawan hukum, sedangkan PP Nomor 52 Tahun 2000 memerintahkan dua pihak untuk ber-PKS,” kata Nonot.

Nonot menambahkan, majelis Hakim keliru memahami maksud Pasal 9 ayat (2) dari UU Telekomunikasi, dan Penjelasannya. Majelis Hakim mengikuti 100 persen pemahaman JPU bahwa PT IM2 wajib memiliki izin Jaringan.

“Pemahaman ini tentu amat fatal, bagaimana mungkin perusahaan yang ingin menyelenggarakan jasa dipaksa harus memiliki jaringan telekomunikasi,” tuturnya.

Dia mengatakan, hal tersebut sangat bertentangan dengan bunyi Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan Penyelenggara Jasa dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

“Putusan ini ancaman bagi dunia telekomunikasi, kiamat internet sudah didepan mata. karena kalau putusan ini konsisten kepada semua jaringan, maka ya kiamat sudah,” kata Nonot.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com