Menurut Sofjan, pelemahan rupiah memberi keuntungan bagi kegiatan ekspor beberapa komoditas dalam negeri, seperti produk kelapa sawit dan kakao.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat menuturkan, pelemahan rupiah harus dimanfaatkan untuk menutup lemahnya daya beli di pasar dalam negeri.
Ade mengatakan, saat ini, perdagangan tekstil dan produk tekstil Indonesia surplus 5 miliar dollar AS. Ekspor mencapai 13 miliar dollar AS, sedangkan impor 8 miliar dollar AS. ”Pelemahan rupiah akan memperbesar surplus perdagangan,” kata Ade.
Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono berpendapat posisi rupiah yang menembus Rp 10.000 per dollar AS dapat menekan defisit perdagangan Indonesia. Ekspor akan meningkat.
Tidak panik
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah. Kemarin, setelah menyentuh Rp 10.024 per dollar AS pada Senin (15/7/2013), nilai rupiah kembali melemah 12 poin menjadi Rp 10.036 pada Selasa (16/7/2013).
Namun, BI melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Difi Ahmad Johansyah memastikan tidak ada kepanikan di pasar. Kondisi ini jauh berbeda dengan tahun 1997-1998 Saat ini, pelemahan rupiah menunjukkan kondisi fundamental ekonomi, tetapi dalam situasi ekonomi dan politik yang terjaga.
Hal senada diungkapkan Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Yogyakarta Tony Prasetiantono. Pasar tenang, tidak panik. ”Tahun 1997-1998, kondisi perekonomian lebih buruk, terutama perbankan tidak sehat,” ujar Tony.
Defisit transaksi berjalan pada masa krisis ekonomi saat itu juga lebih besar, utang luar negeri banyak yang jatuh tempo, dan dengan cadangan devisa yang hanya 21 miliar dollar AS. Saat itu, kondisi politik juga bergolak menjelang kejatuhan Presiden Soeharto.
Kondisi panik pasar, antara lain, ditandai dengan pelepasan dollar AS dalam jumlah besar dari penjual kepada pembeli. Jika pasar terkoreksi, harga sesuai dengan permintaan pembeli.
Namun, volume besar di pasar valuta asing tidak bisa serta-merta diartikan sebagai kondisi panik. Ada juga pembelian dalam jumlah besar oleh korporasi atau institusi yang sebenarnya sudah direncanakan jauh-jauh hari, tetapi pelaksanaannya bertepatan dengan kondisi pasar yang sedang terkoreksi.
Menurut ekonom Bank BNI, Ryan Kiryanto, permintaan dollar AS memang tinggi, baik oleh korporasi atau institusi maupun individu. Jumlah masyarakat kelas menengah yang meningkat, turut mengubah gaya hidup dan liburan. (K04/CAS/IDR/ARN/BEN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.