Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sebab Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah

Kompas.com - 23/07/2013, 15:41 WIB
Didik Purwanto

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan terhadap dollar AS. Beberapa faktor dari global dan domestik turut memberikan kontribusi penurunan mata uang Indonesia tersebut.

Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan, dari sisi global, pelemahan nilai tukar rupiah dipicu oleh pembalikan dana asing (capital reversal). Ekonomi global yang belum pulih membuat investor menukarkan produk investasinya ke jenis investasi dengan risiko paling aman, yaitu dollar AS.

"Sementara dari sisi domestik, memang sedang ada kebutuhan dollar AS yang cukup besar baik untuk membayar impor hingga membayar utang pemerintah maupun utang swasta," kata Destry kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (23/7/2013).

Destry menambahkan, dari sisi importir, mereka sesungguhnya masih belum rela melepas dollar AS yang dipegangnya. Harapannya, dollar AS akan terus menguat dan importir ini akan terus untung.

Para importir ini, kata Destry, masih menunggu kepastian ekonomi global sehingga importir tersebut akan melepas dollar AS ke pasar jika ekonomi globalnya memburuk. Namun dari sisi eksportir, tentunya mengharapkan rupiah bisa kembali menguat. Tapi bila kondisi perekonomian masih melambat seperti ini, eksportir pun akan menunda bisnisnya.

"Dalam jangka pendek, rupiah ini memang masih mencari keseimbangan baru," katanya.

Solusinya, pemerintah harus bantu membantu mengatasi masalah fundamental dalam negeri. Misalnya inflasi yang dikhawatirkan melonjak, khususnya selepas kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Tentunya, kata Destry, investor masih menunggu bauran kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menuntaskan masalah inflasi ini.

Bagaimanapun, risiko inflasi ini membuyarkan imbal hasil beragam produk investasi yang ada di tanah air. Inflasi yang melonjak ini juga turut menurunkan pertumbuhan ekonomi karena sebagian besar kontribusinya masih ditopang dari konsumsi domestik dan investasi.

"Jika risiko inflasi tinggi, maka daya konsumsi masyarakat juga menurun. Ini juga yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Investor asing juga masih pikir-pikir untuk investasi di Indonesia jika inflasinya tinggi," jelasnya.

Sementara dari sisi eksternal, investor asing memang masih mengalami liburan (summer holiday) sehingga mereka tidak mengambil posisi untuk berinvestasi di dalam negeri. "Asing akan kembali masuk sekitar September, sambil menunggu kebijakan pemerintah dalam mengatasi risiko inflasi," jelasnya.

Berdasarkan kurs tengah BI, nilai tukar rupiah hingga saat ini berada di level Rp 10.222 per dollar AS, melemah dibanding perdagangan kemarin di level Rp 10.068 per dollar AS. Sementara akhir pekan lalu, rupiah bergerak di leve Rp 10.070 per dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Diperkirakan Akan Melemah, Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diperkirakan Akan Melemah, Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Ditopang Data Inflasi AS, Wall Street Berakhir di Zona Hijau

Ditopang Data Inflasi AS, Wall Street Berakhir di Zona Hijau

Whats New
Masih Terkendali, Inflasi AS Bulan April Turun Jadi 3,4 Persen

Masih Terkendali, Inflasi AS Bulan April Turun Jadi 3,4 Persen

Whats New
Fitch Ratings Proyeksi Defisit Anggaran Pemerintahan Prabowo-Gibran Melebar Dekati 3 Persen

Fitch Ratings Proyeksi Defisit Anggaran Pemerintahan Prabowo-Gibran Melebar Dekati 3 Persen

Whats New
RI Raup Rp 14,8 Triliun dari Ekspor Tuna, Pemerintah Harus Jaga Populasinya

RI Raup Rp 14,8 Triliun dari Ekspor Tuna, Pemerintah Harus Jaga Populasinya

Whats New
OJK Sebut Porsi Pembiayaan Kendaraan Listrik Baru 0,01 Persen

OJK Sebut Porsi Pembiayaan Kendaraan Listrik Baru 0,01 Persen

Whats New
Rencana Merger XL Axiata dan Smartfren Masuk Tahap Evaluasi Awal

Rencana Merger XL Axiata dan Smartfren Masuk Tahap Evaluasi Awal

Whats New
[POPULER MONEY] 2.650 Pekerja Pabrik di Jabar Kena PHK dalam 3 Bulan Terakhir | Percikan Api Bikin Penerbangan Haji Kloter 5 Makassar Balik ke Bandara

[POPULER MONEY] 2.650 Pekerja Pabrik di Jabar Kena PHK dalam 3 Bulan Terakhir | Percikan Api Bikin Penerbangan Haji Kloter 5 Makassar Balik ke Bandara

Whats New
Mesin Pesawat Garuda Terbakar Usai 'Take Off', Kemenhub Lakukan Inspeksi Khusus

Mesin Pesawat Garuda Terbakar Usai "Take Off", Kemenhub Lakukan Inspeksi Khusus

Whats New
Apa Itu Saham Syariah? Simak Pengertian dan Karakteristiknya

Apa Itu Saham Syariah? Simak Pengertian dan Karakteristiknya

Earn Smart
Simak 3 Tips Melunasi Pinjaman Online secara Efektif

Simak 3 Tips Melunasi Pinjaman Online secara Efektif

Whats New
Cara Migrasi PLN Pascabayar ke Prabayar lewat Aplikasi

Cara Migrasi PLN Pascabayar ke Prabayar lewat Aplikasi

Whats New
PLN Akan Tambah 111 SPKLU di Berbagai Lokasi 'Rest Area' Tol

PLN Akan Tambah 111 SPKLU di Berbagai Lokasi "Rest Area" Tol

Whats New
3 Cara Cek Tabungan BRI Simpel Simpanan Pelajar

3 Cara Cek Tabungan BRI Simpel Simpanan Pelajar

Earn Smart
Gandeng Swiss Re, Jasindo Bakal Kembangkan Layanan Mitigasi Risiko

Gandeng Swiss Re, Jasindo Bakal Kembangkan Layanan Mitigasi Risiko

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com