Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Rupiah Jeblok, Tak Ada Sinergi Fiskal dan Moneter"

Kompas.com - 21/08/2013, 02:42 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMOPAS.com - Pelemahan nilai tukar rupiah tak kunjung berhenti sepanjang tahun ini. Per Selasa (20/8/2013), kurs tengah Bank Indonesia sudah melewati Rp 10.500 per dollar AS. Pasar dinilai tak melihat adanya sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter.

"Pengendalian nilai tukar tak bisa hanya mengandalkan Bank Indonesia," tegas anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta, Selasa (20/8/2013). Menurut dia, kebijakan moneter tanpa ada perbaikan struktural di sektor fiskal, hanya akan membuat beban Bank Indonesia semakin berat yang terindikasi dari terus tergerusnya cadangan devisa.

Cadangan devisa di Bank Indonesia terus tergerus seiring pelemahan rupiah sepanjang tahun ini. Setelah melonjak dan terakumulasi di atas 100 miliar dollar mulai 2011, cadangan devisa per 31 Juli 2013 tercatat 92,67 miliar dollar AS, dan masih terus turun. Angka per akhir Juli itu sudah turun lebih dari 20 miliar dollar AS dibandingkan posisi per 28 Desember 2012 di 112,78 miilar dollar AS, untuk operasi moneter.

Defisit neraca perdagangan

Salah satu indikasi tak tersinergikannya kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter, adalah defisit neraca perdagangan yang terus memburuk. Pada kuartal kedua 2013, sebut dia, defisit neraca perdagangan membengkak menjadi 4,4 persen pendapatan domestik bruto, setelah pada kuartal pertama 2013 tercatat 2,4 persen. "Ini (defisit kuartal) terbesar dalam sejarah," ujar dia.

Menurut Arif, defisit neraca perdagangan terus berlangsung karena kebijakan fiskal pemerintah pada industri bahan baku atau hulu masih tak menarik. Sementara perlakuan terhadap eksportir pun tak mendorong gairah untuk memburu pemasukan dari devisa hasil ekspor.

Arif mengingatkan, rupiah mengalami pelemahan paling dalam di regional. "Kalau tidak ada perbaikan terhadap neraca perdagangan, pelemahan ini masih akan terus berlanjut," tegas dia.

Melorotnya nilai komoditas dan ekspor, serta terus meningkatnya nilai impor dari waktu ke waktu, ujar Arif, merupakan data riil yang menggambarkan kegagalan pemerintah. "Kegagalan menggenjot produktivitas nasional untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri." Pada sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih saja bertumpu pada konsumsi.

Situasi hari-hari ini, imbuh Arif, telah memperlihatkan inflasi yang semestinya bersifat musiman menggelagat menjadi permanen bila pemeritnah tak segera berupaya melakukan pengendalian. Misal inflasi bahan pangan yang biasanya musiman, kini bisa terjadi di sembarang bulan, dan bahkan bukan sekali dipicu oleh kelangkaan bahan makanan selain beras. "Bila dibiarkan, kenaikan biaya hidup tak terhindarkan," tegas dia.

Langkah fundamental dan struktural

Karenanya, Arif berpendapat perlu segera diambil langkah-langkah fundamental dan struktural. Pengendalian rupiah, ujar dia, tak semestinya dilakukan dengan mengerem pertumbuhan kredit yang bisa berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. "Yang harus dilaukan adalah pengaturan cash flow nasional," ujar dia.

Arif berpendapat Bank Indonesia perlu mempertimbangkan relaksasi ketentuan untuk melakukan pendalaman pasar valuta asing, untuk memikat aliran modal masuk (capital inflow). "Termasuk mengaktivasi instrumen FX swap sebagai fasilitas hedging untuk dana asing yang akan diinvestasikan di pasar rupiah domestik," sebut dia.

Namun di sisi lain, Arif menegaskan ekspor harus didorong dan impor harus sangat dikendalikan. Produksi nasional, mutlak harus didongkrak, termasuk produksi sektor pertanian, serta industri perkapalan dan sektor kelautan. "Agar impor pangan dan defisit neraca djasa bisa ditekan," tegas dia.

Kebijakan fiskal pemerintah harus disusun dalam kerangka mendorong ekspor. "Misalnya dengan menurunkan pajak ekspor dan promosi perdagangan agresif," sebut dia. Sebaliknya untuk mengendalikan impor, lanjut Arif, pajak impor harus dinaikkan dengan dimulai dari barang mewah.

Selain itu, Arif mendesak adanya strategi pengembangan industri dan produksi nasional, terutama industri menengah dan kecil. "Penciptaan lapangan kerja, realisasi anggaran, serta implementasi program pedesaan, UMKM, dan sosial, perlu dipercepat" kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com