"Kalau terganggu bagaimana? Pajak naik turun," kata Susilo, dalam forum group discussion bertajuk "Perundangan: Kepastian dan Perlindungan Hukum untuk Industri Hulu Migas" di Jakarta, Senin (9/9/2013).
Padahal, kata dia, negara masih perlu Rp 1 triliun dari penerimaan industri migas. Melihat kasus yang menyeret pejabat satuan kerja kegiatan migas (SKK Migas), ia mengatakan harus ada solusinya, dan bukan berkutat pada mencari penyebabnya.
"Apakah ada masalah di SKK Migas, karena itu bukan kecelakaan. Lalu, MK bubarkan BP Migas, ada kriminalisasi katanya itu, tapi itu semua sudah terjadi," kata Susilo.
"Kita sedih, kecewa bagaimana ini tejadi. Tapi kita tidak boleh terlena dengan soal-soal mencari kenapa. Jawabannya, sebabnya ya karena. Karenanya itulah yang harus dibenahi, jadi bisa selesaikan masalah," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Susilo juga mengatakan industri hulu migas perlu kepastian hukum sehingga investor itu bisa menjalankan usahanya dengan tenang. Adapun kepastian hukum yang dimaksud, ia menjelaskan meski kontrak KKKS (kontrak kontraktor kerjasama) dengan pemerintah berupa perdata, namun ada juga ranah publik yang harus diperhatikan dalam kegiatan hulu migas.
Di sisi lain, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah untuk menghargai kontrak kerjasama (KKS), yang berupa perdata, dan bukan merupakan subyek hukum pidana.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, mengatakan karena negara telah berkontrak, maka negara diharapkan menghargai isi dari perjanjian tersebut. Susilo mengakui mungkin komunikasi pemerintah kepada pengusaha industri hulu migas kurang bisa dimengerti, sehingga ada missing link. "Pertanyaannya, kenapa kalau sudah ada ijin, (masih) ada kriminalisasi? Kok masih bisa dipidana? Ini tantangan kita semua," ujarnya.
Ia juga berharap, jika ada sesuatu yang rawan dalam kegiatan hulu migas, pelaku usaha minimal bisa melibatkan BPK, sehingga tidak terjadi lagi kriminalisasi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.