Salah satu warga yang berhasil membudidayakan pepaya ini adalah Yono (48). Dia berkisah, pada musim tanam pepaya pertama kali pada tahun 2007, Yono mengaku nekat menanam kurang lebih 250 bibit pepaya karena ingin membuktikan kepada isterinya bahwa pepaya bisa menghasilkan.
Keyakinan tersebut didapat setelah belajar bersama Jiwo dan melihat potensi dari buah pepaya yang tidak hanya sekedar pelangkap sayur mayur. “Saat itu dari 250 bibit yang saya tanam, hanya 45 yang mati, dan saya bisa panen mendapat Rp 6 juta rupiah,” kata Yono.
Keberhasilan Yono, membuat program pemberdayaan masyarakat ala Jiwo Pogog melalui pepayanisasi ini mulai diminati warga desa lainnya. Banyak warga yang tertarik untuk menanam pepaya di kebun mereka. Hingga saat ini, warga sudah melakukan empat kali musim tanam pepaya.
Untuk mendukung agar kegiatan tersebut berjalan, Jiwo bersama warga desa melakukan evaluasi, dan hasil dari evaluasi adalah perlunya program pipanisasi untuk memenuhi kebutuhan air tanaman pepaya warga.
Melalui iuran, akhirnya terkumpul modal Rp 10 juta untuk melakukan program pipanisasi. Adapun air yang digunakan berasal dari mata air yang jaraknya cukup jauh dari desa tersebut. Hasilnya, program pipanisasi bisa menghasilkan setengah liter air per detik.
“Air sulit didapat warga yang hidup di daerah tandus pegunungan kapur, jadi air menjadi solusi yang harus dipecahkan” kata Jiwo. Pipanisasi yang diwujudkan pada tahun 2011 tersebut akhirnya bisa mengairi perkebunan dan rumah warga di desa Pogog.
Jiwo dengan prinsip hidup “jebret, jebret, jebret” yang langsung mengambil aksi nyata membuatnya semakin mendapat tempat di antara warga Desa Pogog. Setelah pepayanisasi dan pipanisasi, Jiwo lantas menggulirkan program durianisasi.
Pada tahun 2009, telah tertanam lebih dari 1.000 pohon durian jenis Montong. Jumlah itu terus bertambah menjadi 3.200 pada tahun 2010. Diharapkan pada tahun depan, Desa Pogog menjadi Desa Wisata Durian.
“Tahun 2014 semoga sudah bisa terlihat hasilnya dan terwujud cita cita Desa Wisata Durian,” katanya.
Tak berhenti sampai di situ, Jiwo juga menggagas program asemisasi pada 2010. Program menanam pohon Asem Manis tersebut terinspirasi dengan nilai jual buah asam yang rasanya bisa manis.
Pada awal program digulirkan, ditanam sebanyak 2.000 bibit. Selain buahnya bernilai, pohon yang ditanam dipinggir jalan desa akan member keteduhan.
Di luar program penanaman pohon, Jiwo juga mempunyai program perpustakaan desa. Perpustakaan yang berada di sekitar masjid desa itu bertujuan mencerdaskan warga desa terutama kaum muda dan anak anak.
Suami dari Galuh Kencana dan ayah dari Kayla Ari Sophie (12) dan Anung Arman Hajji (8) menyatakan dirinya ingin terus “berpetualang” dalam hidupnya. Entah didesa Pogog atau di daerah lain. Untuk apa yang dilakukan di Pogog, Jiwo berencana akan mendokumentasikan “petualangannya” itu dalam sebuah novel.
“Petualangan hidup saya tidak berhentidi Pogog, kedepan saya akan bangga apabila warga Pogog bisa hidup dan dan mandiri dalam menghidupi desa mereka. Dan tidak hanya Desa Pogog, apa yang saya lakukan untuk Indonesia.”katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.