Rhenald Kasali (@rhenald_kasali)
KOMPAS.com — Beberapa pengusaha datang ke Rumah Perubahan dan menyatakan tiga hal ini. Pertama, Indonesia sudah memasuki fase krisis ekonomi. Kedua, kurs rupiah yang benar adalah yang berlaku saat ini. Dan Ketiga, bersiap-siap keluar dari kejayaan.
Kelompok pengusaha yang lain memberikan keterangan yang berbeda. Pertama, Indonesia justru sedang sangat seksi, dan ekonominya akan terus membaik. Kedua, kurs rupiah pasti akan kembali ke posisi di bawah Rp 10.000, dan ketiga, marketing harus digenjot terus.
Itulah gambaran yang dihadapi ekonomi Indonesia pada akhir 2013: tidak pasti dan sulit diramalkan karena semuanya terpulang dari tindakan apa yang diambil para pengambil keputusan. Tak ada science yang bisa menjelaskan konteks seperti ini. Juga tak ada ramalan yang bisa dipegang, yang ada hanyalah wishful thinking, pikiran dan ucapan yang muncul dari sebuah harapan.
"Disengagement"
Namun, ada satu hal yang pasti. Situasi seperti ini sesungguhnya merupakan saat yang tepat untuk menguji kekuatan sebuah business model. Inilah saatnya yang tepat untuk keluar dari perangkap-perangkap lama karena di "titik belok" seperti saat inilah "orang-orang di dalam" bisa diajak bicara untuk "keluar". Dan dalam peradaban "transient" seperti saat ini, sesungguhnya bukan konteks ekonomi-politiklah yang harus ditakuti pengusaha, melainkan "perubahan" yang muncul tiba-tiba dari pendatang-pendatang baru atau pemain-pemain di luar industri yang mengubah seluruh peta usaha. Mereka datang dengan bisnis model baru yang lebih fit dengan kemauan konsumen dan perubahan business landscape.
Ini jauh lebih sulit diatasi karena sangat mungkin kejadian yang tiba-tiba itu hanya menimpa satu-dua pengusaha yang terlena, yang justru sedang eksis atau menjadi market leader. Sebaliknya, kondisi sosial-ekonomi yang biasa ditakuti secara umum (semisal inflasi, defisit neraca perdagangan, perubahan kurs, kenaikan upah, dll) justru menimpa semua orang pada saat bersamaan sehingga Anda tidak pernah merasa sendirian.
Ambil contoh saja surprise yang dibuat oleh XL dalam industri telco. Bagaimana tiba-tiba XL (2005) mengubah model bisnisnya dari premium category ke minute factory. Indosat dan Telkomsel saat itui hanya menanggapi langkah XL dengan upaya marketing sebagai perang harga. Padahal, XL telah mengubah model bisnisnya menjadi low cost carrier. Saat harga ditutunkan, model bisnisnya telah berubah, sedangkan pesaing-pesaingnya tak melakukan internal restructuring.
Selain dari dalam industri, surprise berbahaya juga bisa datang dari luar industri. Dan lagi-lagi ide-ide gila itu justru datang disaat para pelaku usaha merasa terancam oleh krisis ekonomi yang membuat mereka tak punya pilihan lain selain bangkrut atau berinovasi.
Tak pernah terbayangkan oleh para bankir misalnya, ketika tiba-tiba perusahaan non-bank seperti Merrill Lynch membuka usaha Cash Management. Dalam tempo sekejap, jutaan account nasabah korporat berpindah kepada Merrill Lynch, dan bank-bank tradisional kehilangan funding. Bank pun beralih dari eksploitasi bunga kepada fee-base. Tetapi, itu baru mereka lakukan beberapa tahun setelah Merrill Lynch mencuri pasar mereka.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.