Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Kurang Serius Bangun Kilang Minyak

Kompas.com - 30/09/2013, 14:51 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
  Kepemimpinan (leadership) dinilai menjadi faktor penting penentu arah kebijakan terkait ketahanan energi.

Executive Director of Reformier Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pemerintah seharusnya memikirkan tata kelola yang baik. Di sektor hulu yakni dengan kebijakan yang prioritas pada meningkatkan produksi (lifting) dan mengurangi ketergantungan impor minyak mentah dengan membangun kilang minyak (refinary).

Ia menegaskan, hanya ada dua pilihan untuk membangun kilang minyak. Pertama, kilang dibangun dengan dana pribadi. Kedua, menarik investor asing.

"Di hulu, pemerintah harus berani keluar modal," kata dia dalam diskusi tentang ketahanan energi, di Jakarta, Senin (30/9/2013).

Ia mengatakan jika pemerintah meminta Pertamina sebagai pelaku, maka harus ada insentif, agar penambahan kilang tetap berjalan. Pri pun mengakui pengadaan kilang mendatangkan keuntungan yang tidak besar.

Artinya, jika pemerintah betul-betul ingin menciptakan ketahanan energi, dukungan pemerintah harus juga tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Harusnya pemerintah buat regulasi Pertamina sebagai pelaku, tidak bisa masalah kilang dibebankan ke Pertamina, harus ada insentif sehingga running," kata dia.

"Kalau tidak mau bangun sendiri jadilah fasilitator yang baik. Kalau setengah-setengah ya poco-poco di situ-situ saja," lanjutnya.

Tanpa membangun kilang, ketahanan energi menjadi ihwal yang sulit. Terlebih lagi bagi negara yang sedang bertumbuh seperti Indonesia.

Pri mangatakan dalam hal minyak, Indonesia bisa melirik China dan India, yang sejak 2002 sudah mengerti betapa pentingnya kilang minyak untuk mewujudkan ketahanan energi.

"China dan India tumbuh dua digit, kebutuhan energi semakin besar. Dia tidak berbicara aneh-aneh, dia bikin kilang minyak," ujarnya.

Pada 2002, kapasitas kilang minyak India sebanyak 2 juta kiloliter, naik menjadi 11 juta kiloliter. Sementara di China, dari 5 juta kiloliter pada 2002 menjadi 11 juta kiloliter.

Vice president of strategic planning, business development and operational risk, Refining Directorate PT Pertamina (Persero), Ardhy N.Mokobombang meminta pemerintah memberikan insentif dan keringangan pajak kepada Pertamina agar bisa membangun kilang. "Bukan kebutuhan kita tapi juga dari partner," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com