Mirza mengatakan, aturan pengetatan lindung nilai kepada bank yang tertuang dalam PBI tersebut antara lain untuk memberi payung hukum bagi BUMN yang masih ragu melakukan lindung nilai. "Kenapa PBI diterbitkan? Untuk memberikan payung hukum bagi korporasi BUMN yang masih ragu untuk melakukan hedging," ujarnya.
Aturan lindung nilai, menurut Mirza, sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Ia memberi penjelasan mengenai mekanisme instrumen swap.
"Swap itu misalnya ada korporasi punya utang dollar AS. Kalau misalnya pada waktu situasi rupiah sedang goyang dan dia ingin dapat suatu kepastian, maka dia membeli swap. Supaya kira-kira dia dapat kurs untuk pembayaran atau transaksi 1 bulan ke depan. Atau importir, dia kan ada jatuh tempo pembayaran impor, dia beli, dia swap, dia hedging supaya dapat kepastian kursnya berapa. Itu bukan instrumen baru," jelasnya.
Seperti diberitakan, BI pada 7 Oktober 2013 menerbitkan PBI No.15/8/PBI/2013 tentang transaksi lindung nilai kepada bank. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah, PBI lindung nilai adalah rumusan kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Aturan tersebut juga untuk mendukung pasar keuangan yang sehat, terutama pasar valuta asing domestik. Para pelaku ekonomi harus melakukan transaksi lindung nilai atas kegiatan ekonominya dengan menggunakan instrumen forward dan swap.