Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/10/2013, 08:05 WIB

Faktor lain adalah usia orangtua dan usia anak saat ini, serta jangka waktu saat ini sampai dengan saat program pendidikan itu diperlukan. Selain itu, perlu juga memperhatikan asumsi inflasi kenaikan biaya pendidikan.

Artinya, orangtua atau pembayar biaya pendidikan sudah harus punya ancar-ancar lebih dulu, apakah anaknya akan menempuh pendidikan sekolah dasar (SD) sampai dengan sarjana strata satu (S-1), atau bahkan sampai strata dua (S-2). Lalu, tetapkan juga ancar-ancar sekolah yang diinginkan karena setiap sekolah memiliki biaya berbeda.

Kemudian, usia orangtua yang 35 tahun dengan usia anak 5 tahun tentu beda perhitungannya dengan orangtua usia 30 tahun dengan usia anak 5 tahun. Hal ini memengaruhi besaran dana yang harus disisihkan setiap bulan agar mencapai nilai tertentu saat diperlukan.

Berikutnya, Risza menjelaskan, pembelian asuransi pendidikan tetap harus dibantu ahli yang menguasai. Calon nasabah bisa meminta bantuan perencana keuangan atau agen di perusahaan asuransi. Langkah ini bisa dilakukan setelah kondisi keuangan orangtua atau pembayar pendidikan dievaluasi.

Kemampuan biaya pendidikan juga harus diperhitungkan. Jangan sampai terlalu besar menyediakan dana pendidikan—dengan niat baik demi sekolah yang terbaik bagi anak, tetapi justru mengabaikan biaya kesehatan dan kehidupan sehari-hari.

”Kemudian, yang tidak boleh diabaikan, menentukan perusahaan penyedia produk yang terbaik dan teraman. Lalu, pilih produk yang paling cocok dengan kebutuhan dan kemampuan,” kata Risza.

Bonafiditas perusahaan penyedia produk asuransi memang merupakan hal penting dan tidak boleh diabaikan. Asuransi pendidikan berhubungan dengan masa depan yang panjang. Bayangkan saja jika sudah membayar premi lima tahun, tetapi kemudian perusahaan asuransi itu dinyatakan kolaps.

Ardi rupanya mengalami hal serupa. Saat ini, perusahaan tempatnya menjadi nasabah asuransi pendidikan sedang dirundung persoalan kinerja keuangan yang memburuk.

”Saya jadi berpikir untuk memindahkan saja asuransi pendidikan anak saya ke perusahaan lain. Kalau mengetahui berita soal perusahaan asuransi yang sekarang saya jadi nasabah, tidak tenang rasanya,” keluh Ardi.

Risza yang juga Presiden Direktur Padma Aktuaria menegaskan, calon nasabah sebaiknya memilih perusahaan asuransi yang terbaik dan tepercaya. Artinya, perusahaan asuransi itu ahli mengelola produk dan memiliki performa keuangan yang solid.

Risza menyarankan agar calon nasabah mencari informasi tentang perusahaan asuransi sebelum menetapkan diri sebagai nasabah. Informasi itu di antaranya mengenai jumlah nasabah untuk produk yang akan diambil, jumlah premi untuk produk itu, dan performa keuangan secara umum dalam lima tahun terakhir. ”Performa keuangan itu seperti profit, total profit, total klaim, jumlah nasabah, dan rasio kecukupan modal atau risk-based capital,” papar Risza.

Calon nasabah juga bisa meminta informasi atau data dari Asosiasi Asuransi. Bahkan, jika memungkinkan, menghubungi Otoritas Jasa Keuangan (otoritas yang membawahi asuransi) untuk meminta informasi sebagai konsumen asuransi.

Bagi nasabah seperti Ardi, yang saat ini sedang resah akibat kinerja perusahaan asuransi yang memburuk, Risza menyarankan agar Ardi menghubungi OJK untuk mengetahui kepastian kondisi perusahaan. Dengan asumsi perusahaan asuransi itu tepercaya, semestinya tidak ada masalah dalam pertanggungan asuransi nantinya.

Segala hal yang berhubungan dengan perlindungan di masa depan tentu tak boleh kita abaikan. Pilihannya ada pada kita sendiri, dengan cara apa akan melindungi diri. (dewi indriastuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com