"Ini menjadi tantangan bukan hanya bagi perbankan tapi juga pemerintah dan pembudidaya peternakan untuk menjaga dan peningkatkan produksi sapi, dengan tingkat resiko yang terkendali," ujarnya di sela-sela peluncuran Asuransi Ternak Sapi, di gedung BI, di Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Halim menengarai, minimnya kredit peternakan sapi lantaran ejibilitas usaha di sektor peternakan memang tergolong rendah. Ini juga terlihat dari resiko kredit macet yang relatif lebih tinggi dibanding kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Sementara resiko kredit macet UMKM menurutnya saat ini masih kurang dari 5 persen. Dalam peluncuran ATS itu, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan, sejak 2009 pemerintah bersama BI telah memiliki program Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Namun sayangnya program tersebut belum berjalan optimal. "KUPS waktu itu belum mampu memitigasi, menelusuri sebab terjadinya resiko," ungkap Rusman.
Sehingga, lanjut Rusman, peternak menjadi tidak bergairah meskipun pada saat itu bunga KUPS disubsidi oleh pemerintah. Peternak hanya diwajibkan membayar 5 persen dari kredit. Di sisi lain, perbankan rawan menangguk kredit macet dari peternak.
Ia menambahkan, pogram KUPS waktu itu memang sudah memfungsikan aspek pembiayaan oleh perbankan di sektor pertanian. Namun, belum memasukkan aspek resiko.
Oleh karena itu, pemerintah bersama BI mencari skim baru suplemen permodalan yang disebut ATS. "ATS ini sebenarnya follow up dari UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No.19/2013. OJK juga sudah mengeluarkan ijin produk asuransi ini bisa dijual sebagai produk perbankan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.