Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kesalahan Pendukung Aliran Free Trade

Kompas.com - 14/11/2013, 17:13 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak ada perdagangan dunia yang dilandaskan pada keunggulan komparatif. Pada kenyataannya tidak ada satu negara yang bekerjasama karena keunggulan komparatif. Demikian peneliti dari Kementerian Pertanian, Budiman.

"Teman-teman aliran free trade di situ salahnya," kata Budiman dalam diskusi publik bertajuk Menyoal Kebijakan Perdagangan Internasional dan Pertanian, di Jakarta, Kamis (14/11/2013).

Budiman mencontohkan, dulu produsen arloji adalah Swiss. Artinya, Swiss memiliki keunggulan komparatif produk arloji. "Tapi banyak yang bikin dan berkembang juga. Mestinya kalau Swiss memegang keunggulan komparatif, Swiss aja yang bertahan terus menerus. Tapi ada yang diproduksi Jerman, Amerika," ujar Budiman.

Lebih lanjut ia mengatakan, hal tersebut juga terjadi pada komoditas pertanian. Padi misalnya, tak hanya diproduksi oleh Indonesia, namun juga Amerika Serikat dan Thailand. Lalu, jika tidak ada keunggulan komparatif, haruskah Indonesia mundur dari perdagangan bebas?

Tidak demikian menurut Budiman. Ia menyarankan, salah satu yang bisa dilakukan adalah tidak boleh hanya mengandalkan ekspor dari produk primer, produk yang belum diolah dan diberi nilai tambah.

Ia kembali mencontohkan negara Swiss. Swiss terkenal sebagai negara produsen coklat olahan dunia, meski bahan bakunya masih banyak mendatangkan dari Ghana, Indonesia, dan lainnya. "Malah dengan memproduksi nilai tambah coklat, hasilnya lebih tinggi daripada perkebunan coklat itu sendiri. Ini artinya kita perlu mengembangkan produk primer menjadi produk yang digemari pasar," kata dia.

"Kalau kita produksi barang primer saja tidak banyak yang kita dapatkan. Malah lingkungan kita yang rusak dengan adanya perluasan-perluasan areal tanam," katanya.

Di sisi lain, produk yang sudah diolah tadi diharapkan mampu memenuhi pasar domestik. Sehingga, produk impor semakin terdesak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com