Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandara Soekarno-Hatta Rentan

Kompas.com - 18/11/2013, 07:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bandara Internasional Soekarno-Hatta rentan terkena berbagai masalah. Persoalan menumpuk, mulai dari masalah operasional hingga non-operasional. Jika hal ini tidak ditangani, akumulasi masalah akan semakin ruwet hingga berisiko menimbulkan masalah besar. Aliran listrik yang putus selama lima menit pekan lalu merupakan kasus terbaru yang terjadi di bandara ini, setelah beberapa kali terjadi aliran listrik putus sejak 2010. Beberapa hari lalu sejumlah duta besar Uni Eropa mengeluhkan waktu yang terlalu lama dibutuhkan saat hendak terbang ataupun mendarat di Bandara Soekarno-Hatta.

Di samping itu, Kompas, sejak awal pekan lalu hingga Minggu (17/11/2013), menghimpun sejumlah masalah terkait dengan bandara internasional itu. Ada masalah operasional, seperti listrik mati, lonjakan jumlah penumpang, slot darurat yang berkurang, waktu lepas landas yang terlambat, dan pendaratan yang harus menunggu terlalu lama. Adapun masalah non-operasional antara lain akses ke bandara yang kadang masih macet kembali maraknya calo dan angkutan liar di bandara, serta pasokan taksi yang makin kerap terlambat.

”Jangan dikira hanya di darat saja yang macet. Di udara juga macet. Pekan lalu, saat saya baru kembali dari Medan, saya harus berputar-putar dulu sampai lama sebelum mendarat di Soekarno-Hatta. Pilot memberi tahu bahwa banyak pesawat yang akan mendarat, jadi harus mengantre,” kata Chatarina yang bekerja sebagai kepala cabang sebuah bank swasta.

Beberapa waktu lalu, Kompas yang terbang dari Sydney menuju Jakarta terlambat mendarat sekitar 35 menit. Itu terjadi karena pesawat Garuda yang melayani jalur tersebut harus berputar dua kali di atas kota Indramayu dan sekali di atas Bekasi.

Pengusaha seperti Sofjan Wanandi, Anton Supit, dan Hariyadi B Sukamdani juga mengeluhkan hal yang sama. Sofjan mengatakan, pesawat yang dia tumpangi harus berputar-putar di udara selama rata-rata 30 menit karena antrean pendaratan dan lepas landas pesawat, membuat Bandara Soekarno-Hatta tidak nyaman lagi.

Saat keberangkatan, para penumpang juga harus menunggu lama. Penumpang harus menunggu lama di dalam pesawat. Senior Manager Komunikasi Eksternal PT Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengaku, dirinya juga mengalami dampak dari kepadatan di Soekarno-Hatta. ”Jumat kemarin saya terbang ke Denpasar pukul 18.00. Saat mau lepas landas, pilot mengumumkan bahwa pesawat kami berada di urutan ke-10 yang siap lepas landas,” ujarnya.

Tidak hanya penumpang, beberapa pilot yang ditemui pun mengeluhkan situasi di Bandara Soekano-Hatta. Keterbatasan kapasitas landas pacu juga memperberat kerja pilot dan pengatur lalu lintas udara (ATC).

”Terkadang, ketika terbang pulang ke Soekarno-Hatta, kami diberi tahu harus menunggu giliran mendarat karena landasan penuh. ATC akan mengatakan, expect 20 minutes delay (diperkirakan keterlambatan 20 menit),” ujar seorang pilot senior.

”Itu biasa saja, dapat terjadi di bandara mana pun, bahkan di luar negeri. Persoalannya, di Indonesia, terkadang tak jelas sampai kapan penundaannya,” kata pilot itu.

Secara teknik penerbangan, tak ada masalah dengan keterlambatan pendaratan. Keselamatan penerbangan terjamin dengan syarat mengikuti prosedur penerbangan yang benar.

”Beberapa kali pilot Air Asia mendaratkan pesawat di Palembang atau Bandung akibat landasan pacu Soekarno-Hatta penuh. Kami tak pernah memarahi pilot karena banyak bahan bakar jadi terbuang. Kami justru memberi mereka penghargaan karena mengutamakan keselamatan,” kata Direktur Operasi Indonesia Air Asia Imron Siregar.

Seorang pilot memang dapat memutuskan untuk mengalihkan pendaratan ke bandara alternatif ketika dia melihat bahan bakar makin menipis.

Secara teknis sudah ditetapkan regulasi untuk menjamin keselamatan penerbangan, tetapi para pilot mengakui kepadatan landasan pacu jelas memicu stres. ”Naik mobil terjebak kemacetan saja stres, apalagi ketika macet saat terbang,” ungkap seorang pilot lainnya.

Menurut Imron, potensi stres tidak hanya pada pilot, tetapi juga pada petugas ATC.

Masalah lainnya adalah saat keberangkatan. Praktik yang biasa terjadi, pilot dari beberapa maskapai berlomba-lomba meminta ATC untuk memberangkatkan mereka terlebih dulu. Jadi, sebelum pintu pesawat ditutup, ada pilot yang sudah mengonfirmasikan kepada petugas mobil pendorong mundur supaya bersiap mendorong mundur pesawat. Para pilot berlomba-lomba menuju alur pemberangkatan supaya tidak antre terlalu lama.

Edward Sirait, Direktur Umum Lion Air, mengatakan, akibat seringnya pesawat menunggu antre di tepi landasan atau di udara, konsumsi bahan bakar meningkat. Peningkatan bahan bakar ini cukup signifikan. Untuk penerbangan jarak pendek dengan waktu tempuh sekitar satu jam, misalnya, diperlukan tambahan bahan bakar 25 persen, sedangkan untuk jarak tempuh sekitar tiga jam, dibutuhkan tambahan bahan bakar 8 persen.

Menurut Edward, kepadatan bandara ini sangat terasa mulai tahun 2013. Rata-rata penambahan waktu untuk antre, baik di darat maupun di udara, mencapai 15 menit. ”Kami berharap masalah ini bisa segera diatasi. Kondisi ini tentu membuat produktivitas maskapai penerbangan menurun. Pilot dan penumpang pun akan stres,” ujar Edward.

Ikhsan mengatakan, kepadatan di landasan pacu itu membuat waktu terbang lebih lama. Hal ini memengaruhi jadwal penerbangan yang terkoneksi dan juga jam kerja kru.

Kepadatan tersebut terjadi lantaran seiring berkembangnya bisnis penerbangan dan bertambahnya jumlah armada setiap maskapai.

Direktur Utama PT Angkasa Pura II Tri Sunoko ketika dikonfirmasi mengakui, kapasitas Bandara Soekarno-Hatta sudah tidak mampu lagi menerima permintaan layanan penerbangan lebih banyak lagi. Dua landasan yang dimiliki Bandara Soekarno-Hatta sudah dimaksimalkan hingga melayani 1.215 kali lepas landas dan pendaratan pesawat setiap harinya.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumay mengatakan, akibat begitu padatnya penerbangan di bandara utama Indonesia ini, jatah cadangan untuk darurat hanya tersisa 10 persen. Padahal, idealnya, slot cadangan darurat minimal 20 persen. (ARN/RYO/HAM/MAR)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com