Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang-peluang Baru di Balik Sampah

Kompas.com - 25/11/2013, 13:10 WIB
                                                                                                                                 Rhenald Kasali
                                                              (@Rhenald_Kasali)

Baru-baru ini Rumah Perubahan kedatangan direksi dan manajemen PD Pasar Jaya. Dari pertemuan itu saya mendengar, setiap hari Pasar Jaya menghasilkan ratusan ton sampah dan setiap meter kubiknya dipungut bayaran yang terus meningkat. Saat ini biaya angkutnya sudah Rp. 40.000 ,- per meter kubik, padahal dua tahun lalu masih Rp. 5.000,-.

Bisnis angkat sampah sendiri telah tumbuh menjadi usaha yang amat besar. Namun Pasar Jaya punya peluang besar untuk menghemat. Kalau di lokasi pembuangan disediakan mesin pencacah, maka kubikasinya pun akan jauh berkurang. Apalagi bila sampah itu disaring, dan dipisahkan antara organik dan plastik.

Bila sampah anorganik tak mau diolah lagi, sampah itu bisa dipres menjadi batangan-batangan sebesar batu bata yang bisa diperdagangkan kepada industri-industri yang butuh bahan bakar dalam jumlah besar.

Gerakan-gerakan untuk mengubah sampah plastik menjadi lahan bisnis belakangan muncul di berbagai penjuru dunia. Di Washington, misalnya, pada tahun 2009 didirikan Envion, dengan nilai investasi 5 juta dolar. Envion setiap tahun mengonversi 6.000 ton sampah plastik menjadi sejuta barel cairan setara minyak bumi yang siap digunakan sebagai pencampur BBM.

Di Kanada, JBI juga didirikan dengan plastic2oil (P2O) technology. Mereka mengklaim usaha konversi sampah plastik itu sebagai usaha yang ultra clean, low sulphur fuel, sehingga tidak memerlukan pengolahan, pengilangan atau pembersihan plastik yang belum tersortir.

Di India, seorang anak sekolah juga telah berhasil membuat alat sederhana untuk mengubah sampah plastik menjadi BBM. Hanya saja keekonomiannya belum didapatkan. Masih dibutuhkan skala usaha besar untuk menghasilkan kegiatan ekonomi itu.

Di Filipina, kesadaran untuk bertempur melawan wabah sampah plastik telah mendorong para insinyur menemukan cara baru untuk mengatasinya. Jayme Navarro, penemu itu bahkan telah mengkomersialkannya dan mendapat sambutan yang besar.

Dari Jepang, sebuah video belum lama ini dikeluarkan oleh United Nations University tentang temuan yang telah berhasil dilakukan insinyur-insinyur Jepang. Hanya saja basisnya adalah plastik-palstik bersih yang telah disortir.

Harga mesinnya yang berkapasitas kecil hanya Rp 130 juta, sedangkan yang besar Rp. 1,7 miliar. Temuan serupa juga telah dilakukan di Taiwan. Tentu saja semua ini membutuhkan support dari pemerintah, apakah ingin terus mensubsidi negara-negara penghasil minyak, atau membelinya dari kawasan-kawasan sampah plastik di dalam negeri. Caranya sudah tidak sulit kok!

Tetapi kalau pengusaha domestik harus menjual hasilnya ke pasar dengan harga subsidi, sudah pasti akan berat! Mesin-mesin itu semua diadakan dengan pertimbangan harga minyak di pasar internasional yang terus semakin mahal.

Limbah Perikanan

Di lain pihak, sampah pasar adalah sumber potensi yang sangat bernilai bagi perikanan rakyat. Seorang teman pernah menghasilkan belatung dari sampah yang diolah secara sederhana untuk mengganti sumber protein bagi pakan ikan-ikan konsumsi.

Harap maklum perikanan rakyat belakangan ini agak megap-megap, menyusul kenaikan harga terus menerus pakan ikan atau pellet yang diproduksi oleh produsen-produsen asing di sini.

Di pasar tradisonal masih banyak sumber-sumber pakan yang bisa dikumpulkan, mulai dari sayuran-sayuran yang terbuang, limbah daging sapi atau ayam, ikan asin yang terbuang dan seterusnya. Semua itu adalah resources penting bagi perikanan yang masih ada nilainya.

Sampah Perumahan

Yang sedikit butuh kerja keras adalah bagaimana menggerakkan roda-roda bisnis sampah perumahan. Ini sebenarnya biasa saja seperti orang yang membuka restoran, yaitu harus ada orang yang rela membangun kepercayaan.

Ibarat membangun restoran, maka setahun-dua tahun bisa saja anda belum menangguk untung. Namun karena dikerjakan oleh orang-orang yang biasa memperoleh gaji tetap, bisnis ini seringkali ditinggalkan justru sebelum menjadi “bisnis” yang profitable.

Masalahnya, di daerah perumahan tak semua orang mau membayar agar sampahnya diolah. Belum lagi resistensi dari pihak tertentu yang mengetahui sampahnya diolah di dekat rumah mereka sendiri.

Jadi semua itu butuh upaya ekstra. Butuh proses untuk membangun platform network, membangun cashflow dan yang terpenting memanjangkan asa. Nanti kalau sudah berjalan, bisnis yang dimodali Rp 100 juta-Rp 200 juta rupiah ini pasti akan menjadi perhatian publik, dan semua yang dikumpulkan akan mendatangkan uang.

Sumber penghasilannya mulai dari kompos, energi biomassa, plastic recycle, pakan perikanan, dan seterusnya, di samping upah pungut sampah dari perumahan. Gagasan-gagasan baru pun akan bermunculan, dan komunitas-komunitas yang lebih luas akan berdatangan kepada anda meminta agar anda menangani sampah di komunitas mereka.

Di penghujung tahun 2013 ini hendaknya kita menyadari, bahwa pada tahun 2008 bangsa ini telah mengudang-undangkan tentang Pegolahan Sampah (UU No 18/2008). Setelah itu, pada tahun 2010, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Perpu No 33/2010 tentang Pedoman Pengolahan Sampah.

Keduanya, mengatur tentang bagaimana “Serangan Sampah” harus diatasi dengan cara-cara baru di seluruh pelosok tanah air. Sayangnya, 5 tahun setelah UU itu diberlakukan, hampir semua pemerintah daerah terlihat cuek saja. Padahal di balik musibah ini ada peluang bisnis yang besar.

Dan kalau pemerintah kota/ kabupaten diam saja, Anda pun bisa bergerak cepat mengambil kesempatan sebelum kita semua frustasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com