Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inovasi Produk Tanaman Pangan, Kulit Pisang pun Jadi Uang

Kompas.com - 04/12/2013, 09:55 WIB
Estu Suryowati

Penulis


KOMPAS.com -
Kementerian Pertanian baru saja menggelar Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing 2013. Sebanyak 16 orang berhasil menjadi penerima penghargaan dari enam kategori. (baca: Ini Para Pemenang Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing 2013)

Berikut ini adalah para jawara dari Kategori Inovasi Produk Tanaman Pangan. Pada kategori ini ditonjolkan produk pertanian yang memiliki keunggulan inovasi pengolahan yang berbeda dari yang sudah dihasilkan sebelumnya. Baik melalui kreativitas penciptaan produk maupun proses dalam upaya memperbaiki mutu, membuat produk menjadi lebih berguna serta meningkatkan nilai tambah.

Produk tersebut didukung oleh kapasiras inovasi dan penguasaan teknologi yang memungkinakan untuk terus berkembang menghadapi persaingan bebas.

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Ratna Prawira, pengusaha keripik kulit pisang Seruni dari Sleman menerima Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing 2013 kategori inovasi produk holtikultura di kantor Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2013).


Kerupuk Kulit Pisang Seruni, Camilan Kaya Serat dari Limbah Pisang

Ratna Prawira terusik tatkala melihat banyak tumpukan kulit pisang terbuang, sisa hasil kelompok tani yang ia kelola di Yogyakarta. Sebagai ketua kelompok tani, ia berfikir bagaimana caranya mengajari kelompok agar bisa membuat aneka produk berbahan dasar pisang. Kendala terbesarnnya, kata dia, limbah kulit pisang.

“Begitu saya berniat mengolah limbah itu menjadi sesuatu yang mempunyai nilai jual, mulai saya uji coba. Dan lewat tujuh kali uji coba terciptalah keripik kulit pisang yang sekarang. Kalau saya buang akan mencemari lingkungan, tidak ada salahnya kalau saya ubah itu jadi rupiah,” kata Ratna.

Hasilnya tidak mengecewakan. Kini, Ratna memiliki industri rumah tangga dengan 30 orang pekerja. Kripik pisang “Seruni” telah dipasarkan hingga ke berbagai daerah, Yogyakarta, Aceh, Jakarta, dan beberapa daerah di Indonesia.

Ratna memasarkan camilan kaya serat ini melalui berbagai agen, distributor, dan gerai di Yogyakarta. Ia pun aktif mengikuti berbagai pameran dagang.

“Pertama unik, terus dia mempunyai banyak serat yang baik untuk pencernaan. Dan saya kemas sedemikian rupa hingga cocok untuk oleh-oleh bagi wisatawan,” ungkap Ratna menjelaskan, mengapa Seruni banyak disukai orang.

Kendati produknya sudah cukup dikenal, Ratna mengaku tak khawatir jika banyak orang yang membuat produk sejenis. Malah ia mengaku sangat senang jika bisa berbagi ilmu dengan orang yang mau berusaha memproduksi dan berbisnis kerupuk kulit pisang. Beberapa petani di Maluku Utara, Riau, dan Jawa Barat juga sudah pernah ia ajari bagaimana membuat kerupuk kulit pisang.

”Semua pada bikin dan saya tidak pernah menganggap mereka saingan karena bagi saya berbagi ilmu adalah ibadah. Bagi saya rejeki itu dari Allah. Jadi tidak ada saingan, yang saya ajari akan jadi mitra,” katanya.

Kokoci, Telur Pipih Rasa Rendang

Berawal dari banyaknya telur yang retak di sentra ternaknya, Zulfayetri mulai coba-coba membuat rendang telur. Telur-telur yang retak di sentra ternak yang terletak di Kabupaten Limapuluh Kota, Padang, Sumatera Barat itu lumayan banyak, sekitar 2 persen dari 2 juta ekor ayam.

“Yang retak dan pecah ini kan enggak bisa dijual. Jadi awalnya dari telur retak dan pecah ini. Dibikin kue juga enggak bakal habis, karena kalo kue kan telurnya gak banyak. Jadi, ya memanfaatkan limbah ya,” kata Zulfa menceritakan ide awal bisnis rendang telur.

Bersama istrinya Nelda, mereka berdua mulai memproduksi dan menjajakan kuliner tradisi Minangkabau. Meski makanan tradisional, produksi rendang telur digarap dengan serius.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com