Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Modal Rp 100.000, Sekarang Raup Ratusan Juta Rupiah dari Sabut Kelapa

Kompas.com - 17/12/2013, 13:59 WIB


KOMPAS.com -
Memberi nilai tambah pada limbah tak hanya punya dampak positif bagi kelestarian alam. Aktivitas mengolah sampah juga bisa meraup laba. Mahasim, pengusaha di Kebumen, Jateng menghasilkan puluhan juta rupiah dari kreasi sabut kelapa.

Harga sabut kelapa murah. Di Kebumen, Jateng saat musim kemarau harganya hanya Rp 180/butir dan pada musim hujan Rp 100/butir. Butiran sabut itu selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin penggiling hingga menghasilkan serat atau fiber sabut. Sepuluh butir sabut bisa menjadi 1 kg serat sabut. Harga serat sabut Rp 2.600/kg. Dari proses awal itu saja selisih harganya cukup besar. Apalagi jika serat itu diolah lebih lanjut menjadi aneka kerajinan. Tentu rupiah yang diperoleh ikut melonjak.

Potensi itu terbaca Mahasim sejak tahun 1997. Bersama rekannya, Darda, ia memulai usaha membuat kerajinan dari sabut kelapa dengan modal awal Rp 100.000. Produk awal berupa keset berbagai ukuran. Selanjutnya ia berkreasi membuat tas, topi, sandal, pot, coconet, hingga bantal, guling, dan kasur dari sabut kelapa. Selain itu, ia juga mengombinasikan bahan dasar sabut dengan batok kelapa, kayu kelapa atau glugu dikreasi menjadi tas dan kursi. Kerangka kursi dari kayu kelapa sementara bagian dalam jok kursi dari sabut kelapa.

Selain itu, Mahasim juga membuat pot dari sabut kelapa, baik pot biasa maupun pot gantung. Salah satu keunggulan cocopot yaitu bisa menahan air sehingga menghemat penyiraman. Selain itu, kalau digunakan untuk menanam bibit cocopot punya keunggulan. Saat memindahkan bibit ke lahan cocopot bisa sekaligus ditanam. Dibandingkan polybag plastik, cocopot lebih ramah lingkungan.

Selain produk kerajinan, proses penggilingan butiran sabut menjadi serat sabut atau fiber juga mengeluarkan hasil sampingan berupa cocopeat. Cocopeat ini selanjutnya diolah menjadi pupuk organik. Setiap hari Hasim menggiling 3.000-4.000 butir sabut. Sepuluh butir sabut bisa menghasilkan 1 kg cocopeat. Sesudah diolah menjadi pupuk, Hasim menjualnya seharga Rp 450 per kg, di luar ongkos kirim.

“Pupuk organik itu dijual ke Kalimatan Timur, 10-20 ton sebulan. Waktu mau lebaran mereka pesan 60 ton per bulan. Jumlah sebanyak itu masih bisa kami layani. Mereka pernah minta sampai 400 ton per bulan, kami nggak sanggup,” ungkap Mahasim, warga desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jateng.

Hasil produksi lain dari pengolahan sabut kelapa ini adalah sabutret atau serat sabut berkaret yang bisa menjadi isi dari kasur, bantal, guling, maupun jok kursi. Pengolahannya berbeda dengan keset atau coconet yang merupakan anyaman sabut fiber.

Sabutret merupakan sabut fiber yang diolah lebih lanjut. Sabut yang sudah digiling lalu dianyam jadi tali. Kemudian tali tersebut dioven. Selanjutnya tali itu diurai lagi supaya tidak keriting, lalu ditata di cetakan.

Sabut dalam cetakan itu kemudian disemprot lateks, dan dioven lagi. Jadilah lembaran sabutret yang kemudian dimasukkan ke dalam sarung guling, bantal, kasur, atau jok. Untuk kasur setebal 5 cm ia menjual seharga Rp 600.000. Sementara kasur setebal 15 cm harganya Rp 1,5 juta. Bantal dan guling harganya Rp 50.000.

Ia bercerita bahwa pernah ada permintaan kasur berisi sabut dari Amerika. Tidak tanggung-tanggung, buyerAmerika itu minta dikirim 3 kontainer per bulan. Tapi Hasim mengatakan tak sanggup karena skala usahanya belum bisa mencukupi. Meski saat ini bisnisnya terbilang cukup besar.

Selain mempekerjakan 15 orang yang menjadi karyawan tetap, ia juga punya mitra yang tersebar di lima kecamatan di Kebumen. Mitra paling banyak dari Kecamatan Buluspesantren dan Kliron. Mereka membuat barang jadi atau setengah jadi lalu dibawa ke AKAS (Aneka Kerajinan Anyaman Sabut Kelapa) untuk dipasarkan. Padahal, awalnya Mahasim hanya punya dua karyawan. Lalu, ia membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang diberi nama AKAS.

Omzet ratusan juta

Salah satu produk yang memberi pemasukan besar adalah coconet. Setiap bulan Mahasim harus mengirim produk berupa jaring dari sabut kelapa itu ke Timika, Balikpapan, dan Medan. Untuk coconet tali kecil harganya Rp 8.000/m, sementara coconet tali besar dijual seharga Rp 13.000/m. “Masing-masing tempat itu dikirimi satu tronton. Satu tronton isinya 200 rol. Satu rol panjangnya 50 m,” papar Mahasim.

Jadi, kalau dihitung untuk produk coconet saja omzet yang diperoleh Rp 240 juta (Rp 8.000 x 50 m x 200 rol x 3). Itu baru pemasukan dari satu produk. Selain itu masih ada pemasukan dari keset kecil sebanyak 5.000 lembar dan keset besar 2.000 lembar. Masing-masing harganya Rp 5.000 dan Rp 35.000. Selain melayani pasar lokal Kebumen, Mahasim juga mengirim produk ke Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Pontianak, dan Medan.

Ada pula pengiriman pot gantung untuk eksportir yang selanjutnya akan mengirim ke Australia. Tiap bulan Mahasim mengirim pot gantung sebanyak 200-300 pot, harganya Rp 30.000/pot. Selain Australia, Mahasim juga melayani permintaan tali sabut ke Jepang sebanyak 2500 ikat. Satu ikat panjangnya 10 m dan tiap meter dijual seharga Rp 5.000.

Untuk mencukupi permintaan sebanyak itu, Mahasim mengaku cukup mengandalkan bahan baku dari Kebumen. Ia punya 4 pemasok tetap yang tiap minggu mengirim 1-2 truk. Tiap truk berisi 4.000 butir sabut kelapa. Selain itu, ia juga punya banyak jaringan pedagang kelapa yang bisa mengirim ratusan butir sabut tiap hari. Jadi, bahan baku tak pernah jadi masalah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

7 Instrumen Kebijakan Fiskal yang Sering Digunakan di Indonesia

7 Instrumen Kebijakan Fiskal yang Sering Digunakan di Indonesia

Whats New
Kemenhub Tambah 10.000 Kuota Mudik Gratis 2024 Menggunakan Bus

Kemenhub Tambah 10.000 Kuota Mudik Gratis 2024 Menggunakan Bus

Whats New
CKB Logistics Optimalkan Bisnis Melalui Kargo Udara

CKB Logistics Optimalkan Bisnis Melalui Kargo Udara

Whats New
Angkutan Lebaran 2024, Kemenhub Siapkan Sarana dan Prasarana Transportasi Umum

Angkutan Lebaran 2024, Kemenhub Siapkan Sarana dan Prasarana Transportasi Umum

Whats New
Reksadana Saham adalah Apa? Ini Pengertiannya

Reksadana Saham adalah Apa? Ini Pengertiannya

Work Smart
Menhub Imbau Maskapai Tak Jual Tiket Pesawat di Atas Tarif Batas Atas

Menhub Imbau Maskapai Tak Jual Tiket Pesawat di Atas Tarif Batas Atas

Whats New
Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Whats New
Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Whats New
Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Whats New
HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

Whats New
BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com