Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdagangan Kemungkinan Surplus Lagi

Kompas.com - 02/01/2014, 07:48 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Menteri Keuangan M Chatib Basri yakin transaksi perdagangan pada November 2013 akan melanjutkan surplus seperti pada Oktober 2013. Ia memperkirakan surplus perdagangan akan mencapai sekitar 600 juta dollar AS.”Data per 30 Desember malam, surplus perdagangan diperkirakan bisa lebih tinggi daripada Oktober, bahkan bisa mencapai sekitar 600 juta dollar AS,” kata Chatib di Jakarta, Selasa (31/12/2013). Kamis (2/1/2014) ini, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan data ekonomi.

Selain surplus perdagangan pada November, inflasi Desember diperkirakan akan berada di bawah 8,4 persen. Pada Oktober 2013, perdagangan surplus 5 juta dollar AS.

”Jika melihat angka perdagangan dan inflasi yang di bawah perkiraan, secara umum kondisi perekonomian bagus. Ini juga menegaskan bahwa upaya pemerintah untuk menekan defisit perdagangan berhasil,” kata Chatib.

Transaksi perdagangan defisit pada September 2013 senilai 657,2 juta dollar AS. Pemerintah berusaha menekan defisit perdagangan dengan berbagai cara.

Pada 2014, pemerintah menggulirkan kebijakan penggunaan 5 juta ton bahan bakar nabati. Hal itu dilakukan untuk menekan defisit perdagangan yang dipengaruhi oleh tingginya impor minyak dan gas bumi (migas). PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah didorong untuk terus meningkatkan penggunaan bahan bakar minyak nabati.

”Pemerintah akan melihat dulu sejauh mana program itu akan berpengaruh terhadap perdagangan. Saya berharap surplus perdagangan yang sudah dicapai itu akan menjadi sentimen positif untuk 2014,” kata Chatib.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, beberapa waktu lalu, menjelaskan, peningkatan ekspor nonmigas dan kebijakan minyak nabati merupakan upaya pemerintah untuk menekan defisit perdagangan. Apalagi penyebab utama defisit perdagangan adalah besarnya impor migas.

”Pemerintah terus mendorong industri manufaktur supaya kapasitasnya makin meningkat. Pemerintah juga berusaha mencari negara-negara baru yang menjadi tujuan ekspor,” kata Bayu.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat, Eddy Suratman meminta pemerintah tetap proporsional melihat data perdagangan yang sudah surplus. Selain ditopang oleh kebijakan mengenai bahan bakar nabati dan peningkatan ekspor, menjelang akhir tahun, belanja modal barang impor oleh perusahaan sudah berkurang.

”Biasanya menjelang akhir tahun, belanja modal oleh perusahaan-perusahaan sudah jauh berkurang dibandingkan dengan awal tahun hingga pertengahan tahun. Dengan kondisi itu, wajar jika perdagangan Indonesia bisa surplus,” kata Eddy.

Berkurangnya belanja modal, seperti mesin impor, juga secara signifikan mengurangi nilai impor dalam kondisi nilai tukar rupiah yang lemah seperti sekarang ini. Dalam jangka panjang, pemerintah harus mendesain struktur industri yang harus bisa menggantikan bahan baku impor untuk keperluan industri manufaktur dalam negeri.

Pemerintah diminta melanjutkan kebijakan mengurangi bea ekspor sejumlah produk pada 2014. ”Industri dalam negeri harus sangat kuat pada 2014 karena ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi akan lebih lambat daripada 2013. Dengan industri yang kuat dan ekspor yang makin mudah, Indonesia bisa menekan defisit perdagangan,” kata Eddy. (AHA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com