Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Selama Ini Kita 'GR' Punya Banyak Cadangan Minyak..."

Kompas.com - 23/01/2014, 06:02 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Sumber Antara
JAKARTA, KOMPAS.com — Sumber daya minyak dan gas Indonesia ternyata terbatas. Itu pun, sebagian besar sudah diambil. Perlu upaya ekstra menambah cadangan migas, termasuk mengatasi kendala yang membatasi upaya tersebut.

"Sebagian besar migas kita sudah habis dikeruk, cadangannya pun tinggal sedikit. Selama ini kita 'GR' punya sumber daya migas banyak," ujar Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Gde Pradnyana, Rabu (22/1/2014).

Pradnyana mengatakan, pemanfaatan sumber daya migas harus dikendalikan. Meningkatnya kebutuhan konsumsi migas, kata dia, tak akan akan terkejar dari sisi produksi.

Berbicara dalam diskusi bertajuk "Apa Kabar Kedaulatan Migas Indonesia di 2014...?" yang berlangsung di Universitas Moestopo, Pradnyana mengatakan, Indonesia relatif sudah sangat nasionalistis dalam sistem pengelolaan migas, jauh dari praktik liberal.

Menurut Pradnyana, praktik liberal jauh dari sistem pengelolaan migas nasional. "Tapi kondisinya memang negara yang menganut sistem tersebut semuanya berada dalam peringkat terbawah dari urutan negara eksportir migas," kata Pradnyana.

Pradnyana mengatakan, saat ini cadangan minyak Indonesia ada di kisaran 3,6 miliar barrel. Karenanya, kata dia, eksplorasi migas sudah mendesak sekarang untuk menambah jumlah cadangan tersebut.

"Dari sisi volume kita terbentur cadangan, maka kita kampanye di mana-mana supaya kegiatan eksplorasi ini harus gencar. Tujuannya menambah cadangan," ujar Pradnyana. Namun, itu pun tak bebas kendala.

281 perizinan

Tiga kendala, sebut Pradnyana, menjadi kendala utama upaya eksplorasi migas di Indonesia, yakni perpajakan, perizinan, dan kepastian hukum. "Perpajakan belum beres, peralatan yang masuk masih dikenakan pajak. Kalau perizinan, soal birokrasi. Ada 281 jenis izin yang harus dilalui investor," ujarnya.

Banyaknya perizinan yang dipersyaratkan, kata Pradnyana, menjadi penyebab banyak upaya pengeboran tertunda. Perizinan yang harus dipenuhi, sebut dia, sampai ke tingkat pemerintah daerah. Di antara 281 izin yang harus dipenuhi itu adalah pemakaian genset, pinjam pakai kawasan hutan, dan penggunaan alat berat. "Belum lagi, prosesnya lama."

Menurut Pradnyana sekarang sedang dilakukan upaya pemangkasan perizinan di sektor migas, dengan mengelompokkannya dalam sembilan klaster. Dia pun berpendapat UU Migas harus segera disahkan untuk memberi keyakinan kepada investor.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif LKP Moestopo Didik Triana Hadi mengatakan, perlu ada sosialisasi kondisi migas Indonesia saat ini agar publik tidak terbuai dengan gaung yang selama ini menggambarkan Indonesia kaya migas.

"Perlu adanya kesadaran dari diri kita bahwa energi itu harus diberdayagunakan secara maksimal dan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, tanpa dihambur-hamburkan karena cerita mimpi bahwa negara kita masih kaya akan migas," kata Didik.

Anggota Komisi VII DPR RI Boby Rizaldi mengatakan, perlu ada penyeimbangan yang mengutamakan check and balance antara legislatif dan eksekutif, termasuk dari sisi kelembagaan. "Potensi penyelewengan selama ini bukan pada APBN, tetapi melalui konsesi teknologi, operasi, transportasi, komersial, dan lainnya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

Whats New
Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Whats New
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Earn Smart
Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Whats New
Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Whats New
Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Whats New
Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Whats New
Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Whats New
Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Whats New
Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Whats New
Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Whats New
Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com