Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bunyi Duit di Kampung Kaleng

Kompas.com - 02/02/2014, 13:02 WIB

Para pemuda Kampung Dukuh memang tidak perlu bekerja di pabrik, sebab pekerjaan di kampung sendiri pun banyak. Uang yang berputar di kampung itu pun lumayan. Dedi mengatakan, setiap bengkel minimal memutar uang Rp 10 juta per minggu. Dengan 135 bengkel, berarti ada Rp 1,35 miliar uang yang berputar per minggu.

Selain Kampung Dukuh di Pasirmukti, ada beberapa kampung lain seperti Tarikolot, Gunungsari, dan Sukahati yang juga memproduksi perabotan berbahan kaleng. Meski begitu, yang paling besar ada di Kampung Dukuh.

Karena begitu banyak perajin kaleng, persaingan di antara mereka pun sangat ketat. Agar produknya laku, mereka sering banting harga. Selain merusak harga, praktik itu juga memicu konflik antartetangga. ”Kadang satu keluarga berantem gara-gara saling banting harga. Yang senang pelanggan karena mereka tinggal cari harga paling murah,” ujar Dedi.

Dedi melihat, situasi itu tidak menguntungkan. Bersama Anwarudin dan Nurman, tahun lalu, mereka sepakat mengakhiri persaingan tak sehat di antara perajin dan membentuk kelompok usaha bersama bernama Rancage yang berarti lincah dan tidak mudah tertinggal. ”Kami datangi perajin door to door untuk meyakinkan bahwa usaha bersama itu lebih menguntungkan,” kata Dedi yang ditunjuk sebagai Ketua Usaha Bersama Rancage.

Saat ini, dari 135 perajin, 20 di antaranya telah bergabung dalam Rancage. Limbah kaleng yang dulu dibuang begitu saja, kini diolah menjadi aksesori toples dan kaleng kerupuk mungil. ”Produk ini laku keras di setiap pameran, dan sekarang jadi salah satu ikon kami,” kata Dedi.

Beberapa bulan lalu mereka mendapat bantuan mesin pres dan mesin potong dari pihak pemda. Dedi dengan bangga memperlihatkan kedua mesin sumbangan yang belum dioperasikan itu. Di luar itu semua, Dedi, Anwarudin, dan Nurman, sedang mencari cara untuk memperkenalkan Kampung Dukuh ke masyarakat luas. Yang terjadi saat ini adalah Kampung Dukuh yang bikin kompor, daerah Cawang yang dapat nama. ”Saya sedih kalau melihat liputan televisi soal perabotan kaleng, pasti yang diliput toko-toko di Cawang. Padahal, barang di situ semuanya dipasok dari sini,” ujar Anwarudin.

Agar kampung unik itu dikenal orang, mereka akan mendeklarasikan Kampung Dukuh sebagai kampung kaleng dan menjadikannya sebagai daerah tujuan wisata belanja. (Budi Suwarna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com