Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Pembangkit Terlambat Dibangun

Kompas.com - 27/02/2014, 09:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Krisis listrik menjadi ancaman Indonesia ke depan. Masalah ini diakibatkan rencana penambahan pasokan yang dilakukan sejak tahun 2007 tidak dilaksanakan. Permasalahan makin besar karena pertambahan permintaan listrik yang tinggi. Belakangan, masalah lahan juga menambah ruwet produksi listrik.

”Kita menyadari, listrik akan menjadi masalah besar pada masa depan terkecuali kita bisa menambah pasokan. Oleh karena itu, kita harus membangun setiap tiga tahun 10.000 MW. Rencana ini sudah dimulai pada 2007 yang seharusnya selesai pada 2010. Akan tetapi, sampai sekarang hanya terjadi penambahan 6.500-7.000 MW,” kata wakil presiden periode 2004-2009 Jusuf Kalla kepada Kompas di Jakarta, Rabu (26/2/2014).

Masalah ini makin bertambah karena pada 2012 seharusnya pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap dua juga sudah dimulai. ”Namun, hal itu tidak terjadi,” ujar Kalla seraya menyayangkan tidak terlaksananya rencana itu.

”Sebaiknya tidak usah menyalahkan pemerintah masa lalu. Lebih baik kita bertanya mengapa rencana itu tidak dilaksanakan? Jika ada masalah dengan lahan, itu yang harus diselesaikan,” katanya.

Ketika ditanya soal kualitas pembangkit buatan China, Kalla mengatakan, pemerintah waktu itu memilih produk tersebut karena tidak memiliki dana yang mencukupi. Meski demikian, pemerintah mengirim pengawas ahli dari Perancis dan Jerman untuk memeriksa pembangkit saat diproduksi di China.

”Saat itu kita realistis. Harga pembangkit dari China separuh dari harga produksi General Electric. Akan tetapi, sebenarnya semua tergantung pada pemeliharaan. Repotnya, orang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sekarang ketakutan setiap melakukan pemeliharaan harus membeli suku cadang. Ketika itu mereka dituduh melanggar hukum. Tak usah dikejar-kejar seperti itu,” katanya.

Mengenai solusi jangka pendek terhadap krisis listrik, Kalla mengusulkan agar produksi listrik dari PLTA Asahan II dialirkan ke jaringan listrik PLN. Ia yakin, jika langkah ini dilakukan, krisis listrik untuk sementara bisa diatasi.

Secara terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menyatakan, krisis ketersediaan tenaga listrik di Sumatera Utara akan terus berlanjut jika tidak cepat menambah kapasitas pembangkit listrik. Padahal, Sumatera Utara memiliki potensi energi melimpah, termasuk tenaga air dan panas bumi. Namun, proyek PLTP Sarulla sempat terhenti bertahun-tahun.

Wacik menambahkan, berdasarkan hasil kajian Kementerian ESDM dan PLN, krisis listrik itu dikhawatirkan akan meluas ke daerah lain. Sistem kelistrikan di wilayah Jawa dikhawatirkan akan defisit daya pada 2018. ”Karena itu, kami mendorong penambahan kapasitas daya 7.000 megawatt,” ujarnya.

”Kita harus melakukan terobosan, bekerja sama dengan banyak pihak untuk merealisasikan penambahan kapasitas daya pembangkit listrik. Mati lampu, baru ribut,” ujarnya.

Dukungan pemda

Karena itu, pemerintah daerah diminta membantu mempercepat penyelesaian berbagai proyek kelistrikan. Misalnya mempermudah perizinan dan membantu pembebasan lahan untuk pembangkit listrik dan jaringan transmisi.

Dari catatan Kompas, salah satu penyebab ancaman krisis listrik di wilayah Jawa dalam beberapa tahun ke depan adalah tertundanya realisasi proyek PLTU Batang 2 x 1.000 MW di Jawa Tengah. Penyelesaian proyek itu terkendala pembebasan lahan sehingga kesulitan dalam penyediaan dana konstruksi. PLTU Batang semula ditargetkan beroperasi pada 2016, tetapi diperkirakan molor dua tahun.

Dari data PLN, beban puncak nasional sekitar 29.500 MW, sedangkan kapasitas terpasang 34.000 MW. Meski saat ini cadangan daya pada sistem kelistrikan di Jawa-Bali sangat cukup, Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PT PLN Murtaqi Syamsuddin, beberapa waktu lalu, mengaku khawatir krisis listrik akan terjadi di wilayah itu.

”Selain PLTU Batang, dalam beberapa tahun ke depan belum ada proyek pembangkit baru kapasitas besar yang secara signifikan dapat mendukung sistem kelistrikan di Jawa. Padahal, permintaan listrik pada sistem kelistrikan Jawa-Bali terus meningkat,” kata Murtaqi.

Di tempat terpisah, anggota Dewan Energi Nasional, Tumiran, menyatakan, krisis listrik di Sumatera Utara merupakan buah dari kesalahan dalam pengambilan keputusan di masa lalu. Banyak kebijakan baru tanpa kajian komprehensif jangka panjang. ”Krisis listrik di Sumut disebabkan pertumbuhan permintaan tenaga listrik,” ujarnya.

Hal ini diperparah oleh terbatasnya penambahan pasokan daya akibat keterlambatan penyelesaian proyek pembangunan PLTU Pangkalan Susu selama satu setengah tahun ini karena masalah pembebasan lahan. Hal ini membutuhkan dukungan pemerintah daerah.

Sementara itu, kinerja dua unit PLTU Labuhan Angin buruk sehingga mengurangi daya di wilayah itu. ”Ini merupakan beban PLN sekarang dan menjadi beban biaya perbaikan serta kerugian negara dan masyarakat,” kata Tumiran.

Untuk mempercepat mengatasi krisis listrik, sejumlah proyek pembangkit listrik harus segera diselesaikan. Selain itu, subsidi listrik harus ditekan dengan melaksanakan reformasi tarif listrik sehingga dana penghematan subsidi listrik nantinya bisa dialihkan untuk membangun dan memperkuat keandalan infrastruktur kelistrikan di banyak daerah di Indonesia.

Secara terpisah, Ketua Pusat Pengkajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa menyatakan, selama penanganan kelistrikan seperti saat ini, krisis listrik akan terus terjadi. Saat ini rata-rata pertumbuhan permintaan listrik secara nasional sekitar 9 persen. Bahkan, pertumbuhan permintaan listrik di luar Jawa mencapai 12-18 persen. (EVY/MAR/A01)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi China Tumbuh Lebih dari Perkiraan, Pemerintah Berharap Investasi Jalan Terus

Ekonomi China Tumbuh Lebih dari Perkiraan, Pemerintah Berharap Investasi Jalan Terus

Whats New
Pemerintah Pantau Harga Minyak untuk Kebijakan Subsidi Energi

Pemerintah Pantau Harga Minyak untuk Kebijakan Subsidi Energi

Whats New
Dorong Kesejahteraan Pegawai, Bank Mandiri Integrasikan Program 'Well-Being'

Dorong Kesejahteraan Pegawai, Bank Mandiri Integrasikan Program "Well-Being"

Whats New
CEO Apple Berkunjung ke Indonesia, Bakal Tanam Investasi?

CEO Apple Berkunjung ke Indonesia, Bakal Tanam Investasi?

Whats New
Konflik Iran-Israel, Kemenaker Pantau Situasi di Timur Tengah

Konflik Iran-Israel, Kemenaker Pantau Situasi di Timur Tengah

Whats New
Menperin: Konflik Iran-Israel Bikin Ongkos Produksi Energi RI Naik

Menperin: Konflik Iran-Israel Bikin Ongkos Produksi Energi RI Naik

Whats New
Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik

Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik

Whats New
Sebanyak 930 Perusahaan Nunggak Bayar THR, Terbanyak di DKI Jakarta

Sebanyak 930 Perusahaan Nunggak Bayar THR, Terbanyak di DKI Jakarta

Whats New
3 Faktor Kunci yang Pengaruhi Perekonomian RI Menurut Menko Airlangga

3 Faktor Kunci yang Pengaruhi Perekonomian RI Menurut Menko Airlangga

Whats New
IHSG Melemah, Ini 5 Saham Paling 'Boncos'

IHSG Melemah, Ini 5 Saham Paling "Boncos"

Whats New
10 Bandara Tersibuk di Dunia Sepanjang Tahun 2023

10 Bandara Tersibuk di Dunia Sepanjang Tahun 2023

Whats New
Kedubes Denmark Buka Lowongan Kerja, Gaji Rp 132 Juta Per Tahun

Kedubes Denmark Buka Lowongan Kerja, Gaji Rp 132 Juta Per Tahun

Whats New
Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

Whats New
Rupiah 'Ambles', Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Rupiah "Ambles", Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Whats New
Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS dari Korea Development Bank

Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS dari Korea Development Bank

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com