Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sertifikasi Halal, dari Kewenangan, Uang, hingga Akhirat...

Kompas.com - 27/02/2014, 11:07 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sertifikasi halal bukan sekadar masalah stempel bertuliskan halal. Selain urusan syariah bagi orang Islam, ada urusan uang besar di belakang sertifikasi ini. Godaan uang untuk meloloskan sertifikasi halal pun gampang ditebak.

Masalah transparansi dan kepercayaan dari semua pihak yang terkait menjadi tantangan besar. Bukan hanya di Indonesia, masalah kewenangan menjadi persoalan seperti dalam pembahasan RUU Jaminan Produk Halal.

"Soal kewenangan ini memang selalu jadi persoalan, tak hanya di Indonesia dan tak cuma terkait sertifikasi halal," ujar Chairman Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) Dradjad Hari Wibowo, mengawali pembicaraan melalui telepon, Kamis (27/2/2014).

Dradjad mengatakan, hampir semua pemerintah cenderung ingin memegang penuh kewenangan sertifikasi produk. Terlebih lagi, kehalalan produk akan mencakup masalah uang besar karena terkait makanan, minuman, obat, hingga bahan turunannya.

Konsumen dan non-pemerintah jadi acuan

Sebelum masalah kewenangan, Dradjad mengatakan, sertifikasi kandungan atau kualitas produk tak hanya soal kehalalan produk, di praktik global selalu menggunakan acuan sertifikasi di negara konsumen. "Jadi, produk bersertifikasi halal MUI, misalnya, belum tentu diakui di Malaysia," kata dia.

Lalu, pelaku industri internasional punya kecenderungan untuk tidak menjadikan sertifikasi dari pemerintah sebagai acuan. "Pemerintah dinilai tidak independen," ujar Dradjad. Inilah yang mendorong kemunculan standardisasi International Organization for Standardization (ISO).

"ISO itu bukan dari lembaga pemerintah, tapi lintas stakeholders. Tidak di setiap negara ada keterlibatan pemerintah dalam lembaga sertifikasinya," imbuh Dradjad. Merujuk pada praktik semacam ISO, industri jauh lebih percaya bila sertifikasi dikeluarkan oleh lembaga non-pemerintah dan berasal dari "kubu" konsumen.

Karena itu, Dradjad berpendapat polemik soal RUU Jaminan Produk Halal yang mandek karena pemerintah bersikukuh memegang penuh kewenangan sertifikasi sebaiknya berkaca pada best practices internasional ini. Polemik soal kewenangan yang melibatkan unsur syariah, kata Dradjad, sebelumnya pernah terjadi ketika wacana perbankan syariah mencuat.

Saat itu Bank Indonesia yang masih menjadi otoritas pengawas perbankan ingin segala kewenangan terkait perbankan syariah ada di bawah bank sentral ini. Sebaliknya, Majelis Ulama Indonesia bersikukuh pula urusan syariah sekalipun itu terkait bank harus menjadi kewenangannya.

"Saya tawarkan jalan tengah, BI mengatur regulasi terkait prinsip perbankan, sementara MUI menentukan standar syar'i atau tidaknya produk perbankan syariah," tutur Dradjad yang saat itu merupakan anggota Komisi Keuangan di DPR. Malaysia menjadi rujukan.

"Itu akhirnya untuk pertama kali waktu itu saya mau kunjungan kerja ke luar negeri. Hasilnya, pengelolaan perbankan syariah menggunakan modifikasi dari sistem yang berjalan di Malaysia," tutur Dradjad mengenang.

Menurut Dradjad, sertifikasi halal juga dapat melakukan modifikasi sistem serupa. Ada pembagian peran antara pemerintah, lembaga seperti MUI, maupun lembaga sertifikasi lain yang dimungkinkan muncul. "Selama semuanya terlebih dahulu menyepakati standar kehalalan produk."

Uang

Sertifikasi, kata Dradjad, memang terkait erat dengan uang. Tanpa sertifikasi yang diterima di negara konsumen dengan aturan ketat, produk bagus pun cenderung tak bisa diterima. Kasus kayu Indonesia adalah contoh yang masih aktual saat ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com