Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/03/2014, 07:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Struktur pajak di Indonesia belum mampu menjadi instrumen bagi terciptanya ketahanan pangan nasional. Sebaliknya, pajak justru memberikan keleluasan bagi masuknya produk pangan impor sehingga melemahkan daya saing produk pangan lokal.

Hal itu terungkap dalam dialog bisnis Prasetiya Mulya, Rabu (5/3/2014), di Jakarta, dengan tema ”Food Security for Nation Sovereignty: The Strategic Importance of Supply Chain Competitiveness”.

Sebagai pembicara Direktur PT Indofood Sukses Makmur Franciscus Welirang, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional Winarno Tohir, dan Ketua Center for Asian Supply Chain Competitiveness Prasetiya Mulya Sihot Simangunsong.

Franciscus mengatakan, untuk membangun daya saing di sektor pangan, tidak mungkin kita mengandalkan panas matahari. Hal itu terutama terkait penanganan atau pengeringan komoditas pertanian sesudah panen.

”Namun, yang terjadi dalam UU Pajak, begitu kita menggunakan mesin, langsung dikenai PPN 10 persen,” katanya. Padahal, penanganan komoditas sesudah panen tidak menambah harga barang atau hanya untuk memperlama waktu penyimpanan agar kualitasnya bisa terjaga.

Akibatnya, industri sesudah panen tidak pernah berkembang, seperti pengeringan menggunakan cara tradisional yang kualitas hasilnya bisa berbeda-beda.

Padahal, sesudah panen, tak hanya butuh teknologi pengeringan. Ada mesin penentuan ukuran, dan pembekuan, tetapi semua tak berkembang.

”Siapa yang mau bayar 10 persen PPN itu?” katanya. Padahal, penanganan sesudah panen merupakan rangkaian penting dalam rantai pasok pangan nasional.

Pada komoditas hortikultura, penggunaan ruang pendingin juga dikenai pajak. Akibatnya, tidak ada investasi ke sana. Pada ikan, penggunaan mesin potongan daging (fillet) juga dikenai PPN.

”Pada produk pertanian Indonesia tidak ada istilah pajak keluaran, yang ada pajak masuk. Kalau impor pajak keluaran kita bayar, pajak masukan kecil. Akibatnya, lebih murah impor daripada memproduksi sendiri,” ujarnya.

Ada bisnis

Franciscus mengungkapkan, pada setiap komoditas, ada bisnis yang bisa dikembangkan pada setiap mata rantai pasok. Potensinya besar karena peluang bisnis bisa masuk pada semua rantai pasok, misalnya sarana produksi pertanian, seperti pupuk, pestisida, lahan pertanian, dan pembibitan.

Di sektor transportasi ada pengiriman, penyimpanan, dan asuransi. Di pelabuhan, ada penanganan, pergudangan, dan pengemasan ulang.

Simangunsong mengatakan, rantai pasok sangat berpengaruh dalam meningkatkan daya saing produk pangan. Pemerintah setidaknya perlu memperhatikan kinerja tiga kriteria daya saing infrastruktur, meliputi proses kepabeanan, infrastruktur komunikasi, dan infrastruktur transportasi.

Winarno mengatakan, rantai pasokan pangan bisa menimbulkan pertumbuhan nilai tambah yang besar, tetapi juga bisa menambah biaya. Rantai pasokan pangan dari petani sampai konsumen belum tertata baik. (MAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com