Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilangnya Pesawat Malaysia Airlines

Kompas.com - 11/03/2014, 20:24 WIB

Semua itu dapat diketahui dari rekaman gerak pesawat dan pembicaraan pilot yang berasal dari penelitian ”kotak hitam”. AF-447 masuk laut pada 2009 dan ”kotak hitam”-nya berhasil diangkat pada tahun 2010. Penyelidikan memakan waktu lebih kurang satu tahun. Pilot terlambat menyadari bahwa autopilot tidak bekerja dengan benar sehingga membawa pesawat masuk ke dalam area kumulonimbus yang berbahaya.

Di Belanda, Turkish Air mendarat beberapa kilometer sebelum landas pacu Schiphol. Ternyata kejadiannya hampir serupa dengan AF-447. Pilot terlambat mengetahui bahwa pesawatnya (yang tengah terbang di bawah kendali otomatis) berada dalam lintasan terbang untuk mendarat di landasan yang jauh dari jalur lintasan normal. Dalam usaha menerbangkan pesawat untuk kembali ke lintasan pendaratan yang normal, sang pilot telah mengangkat terlalu tinggi hidung pesawat. Tingginya hidung pesawat dan kondisi penggunaan power mesin yang tidak seimbang menyebabkan pesawat tidak sanggup naik dan bahkan yang terjadi adalah stall. Pesawat menghantam tanah, jauh sebelum ujung landasan dari Bandara Schiphol.

Pilot AF-447 dan Turkish Air adalah pilot senior dengan ribuan jam terbang. Namun, hasil penyelidikan yang sebagian besar berasal dari data penerbangan dan data pembicaraan di kokpit menjelaskan, mereka tidak cukup mahir mengendalikan pesawat dalam keadaan darurat. Keterlambatan menyadari telah terjadi penyimpangan dalam operasi penerbangan yang normal, dan gagalnya mengendalikan pesawat ke posisi normal, menjadi penyebab dominan dalam kecelakaan yang fatal tersebut.

Semua itu dianggap sebagai akibat dari pilot automation addiction, ketergantungan sangat tinggi terhadap sistem otomatis penerbangan yang canggih. Seorang pilot senior mengatakan, sejak tahun 2010, era pilot yang memiliki keterampilan menerbangkan pesawat sudah usai. Mereka yang saat belajar terbang belum mengalami kemajuan teknologi, semua beranjak pensiun. Kini, pilot generasi baru, mereka yang sejak awal belajar terbang terbiasa menggunakan peralatan serba otomatis, secara tidak sadar tidak lagi memiliki keterampilan yang cukup untuk menerbangkan pesawatnya, terutama dalam menghadapi situasi darurat.

Sekadar contoh, seorang pilot yang mengantongi 10.000 jam terbang, apabila ditelusuri lebih mendalam, ternyata tidak akan sebanyak itu jam terbang yang dimilikinya sebagai skill seorang pilot. Dalam penerbangan 9-10 jam, pilot sebenarnya menerbangkan pesawat selama 5-7 menit saat lepas landas dan 8-10 menit menjelang mendarat. Jumlah sisa dari 10.000 jam terbang yang dicatatnya kenyataannya hanyalah jam terbang ”sang autopilot”!

Automation addiction telah memunculkan masalah baru yang cukup serius. Meski ini masih menjadi perdebatan antara para pilot senior dan para instruktur pilot, kiranya masalah ini memang patut menjadi pokok bahasan dalam penyempurnaan upaya peningkatan keamanan terbang.

Apakah MH370 mengalami pembajakan udara oleh teroris yang menggunakan paspor palsu, harus dibuktikan lebih lanjut. Atau apakah terjadi unusual attitude, keadaan tiba-tiba yang menyebabkan pesawat bermanuver tidak biasa dan kemudian tidak mampu diatasi pilot, juga masih menunggu penyelidikan lanjutan.

Saya teringat seorang pilot senior berkebangsaan Amerika dari pabrik Lockheed dan berpengalaman banyak sebagai investigator serta pernah bekerja di Badan Penerbangan Federal AS (FAA). Dia mengutarakan pendapat yang cukup menarik. ”Dalam satu kecelakaan pesawat terbang yang fatal, pesawat terbang rusak berat, total loss dan tidak ada orang di dalamnya yang selamat, maka kita tidak akan pernah tahu dengan persis, apa sebenarnya yang telah terjadi,” katanya. (Chappy Hakim, Senior Pilot, Airline Transport Pilot License (ATPL) No 2391)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com