Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Urusan Jalan Diusulkan kepada Kemenhub

Kompas.com - 13/03/2014, 13:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Pembangunan jalan dan jembatan diusulkan agar tidak lagi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum, tetapi dipindahkan ke Kementerian Perhubungan. Alasannya, agar pembangunan jaringan transportasi lebih cepat dan tepat sehingga bisa mendorong pertumbuhan lebih cepat lagi.

Usul pemindahan kewenangan itu dilontarkan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Demokrat, Nova Irianto, dalam diskusi tentang infrastruktur di Jakarta, Rabu (12/3/2014).

”Di banyak negara di dunia, pertumbuhan jalan sangat signifikan karena di bawah wewenang Kementerian Transportasi atau Kementerian Perhubungan. Di Indonesia, pertumbuhan jalan baru sepanjang 70 km per tahun. Di Malaysia jalan bertambah 700 km per tahun, sedangkan di China 7.000 km per tahun. Pertumbuhan jalan bertambah karena Kementerian Transportasi tahu kebutuhan pergerakan orang dan barang,” kata Nova.

Ia menuturkan, setiap tahun Kementerian PU mendapatkan anggaran Rp 75 triliun. Dari jumlah itu sebesar 40 persen dialokasikan ke Bina Marga. Dari anggaran Bina Marga, yang 80 persen dipakai untuk perawatan jalan, bukan menambah jalan.

”Infrastruktur adalah tulang punggung perekonomian. Semakin mantap jalan, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Semakin panjang jalan yang ada, tentu pertumbuhan ekonomi juga semakin luas,” kata Nova.

Menurut dia, saat ini Komisi V sedang mengusulkan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan. Namun, pembahasannya terhenti, menunggu legislatif yang baru.
Nilai tambah

Komite Daya Saing dan Dukungan Lembaga, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, Darma Tyanto, mengatakan, saat ini peran infrastruktur sangat besar untuk meningkatkan produk domestik bruto (PDB).

”Jika tahun 2005, kontribusi infrastruktur pada PDB hanya 5 persen, tahun 2009-2012 kontribusi infrastruktur sudah mencapai lebih dari 10 persen,” kata Darma.

Besarnya potensi pertumbuhan ekonomi yang timbul dari infrastruktur ini akan semakin besar dampaknya jika semua nilai tambah bisa dimanfaatkan Indonesia.

”Tahun 2015 saat Masyarakat Ekonomi ASEAN dan tahun 2020 saat Masyarakat Ekonomi Global diterapkan, risiko nilai tambah pembangunan infrastruktur diambil negara lain bisa terjadi. Hal itu misalnya pembangunan dilakukan kontraktor asing, atau oleh tenaga kerja asing, maka kita tidak akan mendapatkan nilai tambah karena ada devisa kita yang melayang ke luar negeri,” kata Darma.

Oleh karena itu, semua pembangunan infrastruktur sebisa mungkin dilakukan orang Indonesia sendiri. Saat ini perusahaan asing memegang lebih dari 30 persen proyek infrastruktur di Indonesia.

Nova menambahkan, pembangunan dan perawatan infrastruktur harus terus dilakukan. Dengan melakukan itu, akan banyak lapangan pekerjaan dibuka, dan bisnis penunjang berjalan.

”Setiap ada pekerjaan infrastruktur, pabrik semen dan baja akan beroperasi. Belum industri yang lain. Jadi, pembangunan harus terus dilakukan,” kata Nova. (ARN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com