Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Belum Cemaskan Utang Luar Negeri Swasta

Kompas.com - 11/04/2014, 20:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, meski ada lonjakan, utang luar negeri (ULN) swasta belum mengkhawatirkan. Pasalnya kondisi saat ini berbeda dari ULN swasta pada 1998.

“Kan saya bilang, sebagian besar hampir 70 persen itu adalah utang yang terafiliasi baik kepada parent company (perusahaan induk) atau perusahaan yang terafiliasi. Jadi, bukan utang kepada lembaga perbankan komersial internasional,” kata dia di kantor Hatta Rajasa, Jakarta, Jumat (11/4/2014).

“Nah itu yang membedakan, dengan kondisi tahun 1998 di mana utang swastanya sebagian besar adalah pada komersial bank. Jadi beda sekali kondisinya,” imbuhnya.

Bambang mengatakan, jika perusahaan swasta berutang ke perbankan komersial, maka harus mengembalikan sesuai jatuh tempo, serta ada bunga tertentu. Hal ini berbeda dari hutang ke perusahaan induk yang dicatatkan sebagai modal.

“Kalau dari parent company kan lebih kepada modal yang dipinjamkan, jadi syarat dan ketentuannya berbeda dari perbankan komersial. Dampaknya terhadap ekonomi Indonesia itu akan berbeda kalau 100 persen atau mayoritas pinjaman itu dari bank komersial,” papar Bambang.

Kendati demikian, pemerintah tetap mewaspadai potensi pertumuhan ULN swasta. Jangan sampai ULN swasta mengganggu keseimbangan eksternal perekonomian Indonesia.

Ditemui secara terpisah, Direktur Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa menilai ULN swasta naik signifikan lantaran bunga perbankan di Indonesia sangat tinggi. Akibatnya, perusahaan baik nasional maupun asing yang beroperasi di Indonesia terpaksa mengandalkan pinjaman luar negeri.

"Sekarang perbankan Indonesia itu kayaknya kompetisi, tapi banyak perusahaan berlaku seperti satu. Patokannya adalah ketika BI rate turun, bunga pinjaman susah turun, tapi begitu BI Rate naik, langsung bunga pinjaman naik dengan cepat," jelas Purbaya.

Untuk menekan utang luar negeri, Purbaya menyarankan agar Bank Indonesia memberi stimulus, seperti menurunkan giro wajib minimum (GWM) dan meminta penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dijalankan.

Dengan demikian, ambisi perbankan meraup laba dari pinjaman bisa dikendalikan. "Tingkatkan persaingan antara bank di dalam negeri, sehingga sistem oligopolis ini bisa berkurang," imbuhnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengkhawatirkan ULN swasta yang naik cukup signifikan. Data BI menunjukkan ULN swasta hingga akhir tahun 2013 mencapai 141 miliar dollar AS. Pada periode sama ULN pemerintah hanya mencapai 124 miliar dollar AS.

"Saat ini memang utang luar negeri terutama swasta meningkat cukup tajam. Ini menjadi concern kami. Kita akan cermati," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, Selasa (8/4/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com