"Kita menaikkan bea keluar, industri menjadi tumbuh karena banyak bahan baku biji kakao yang bisa diolah di dalam negeri. Kapasitas terpasang ini ternyata bahan baku kurang. Asal betul-betul dan untuk meningkatkan produksi yang ada perlu adanya tambahan bahan baku. Sepanjang untuk menutupi kekurangan itu dan tidak mengganggu produksi nasional saya setuju saja, asal dikontrol dengan baik," kata Suswono di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (29/4/2014).
Apabila penghapusan bea masuk kakao ternyata mengganggu produksi kakao nasional, Suswono menegaskan, pihaknya akan meminta kebijakan tersebut dicabut. Penghapusan bea masuk kakao menurutnya sah saja asalkan sifatnya temporer dan tidak mengganggu kepentingan petani lokal.
Suswono menyebut produksi kakao nasional saat ini berada pada kisaran 700.000 hingga 800.000 ton. Dengan kapasitas terpasang tersebut, lanjutnya, sebenarnya permintaan kakao di dalam negeri masih dapat terpenuhi.
"Dengan kapasitas terpasang sekitar 700.000-an itu bisa terpenuhi karena kualitasnya tidak masuk, itu alasannya. Tetapi ada juga kita ekspor. Sepanjang tidak mengganggu, kami bisa toleransi (penghapusan bea masuk kakao)," jelas dia.
Mengenai pembahasan mengenai kebijakan ini, Suswono mengaku hal tersebut merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan. Namun demikian, pihak Kementerian Pertanian tetap diajak untuk mendiskusikan hal tersebut.
"Lead-nya di (Kementerian) Perdagangan. Kami tunggu, kami sudah diajak bersama. Ini sudah dibahas bersama. Intinya harus dikaji bersama dan jangan cepat-cepat diputuskan," tegas Suswono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.