Menurutnya, beragam regulasi pemerintah sudah dikeluarkan untuk itu. Namun, dari sisi implementasi masih kurang, lantaran sektor industri sendiri memiliki tantangan berupa keterbatasan-keterbatasan untuk memenuhi regulasi tersebut.
"Bagaimana kita menerapkan regulasi pada elemen yang berbeda-beda, perusahaan menengah, perusahaan kecil. Ini menjadi tantangan bersama," ungkap Shinta dalam diskusi panel Forest Asia Summit 2014, di Jakarta, Selasa (6/5/2014).
Pertanyaan besar yang ada di depan mata, lanjut Shinta, adalah bagaimana menciptakan green economy dengan melihat tantangan tersebut. Dia mengatakan, eksekusi dan implementasi pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) salah satunya masih memerlukan penguatan dari sisi kerangka hukum dan kebijakan.
Di sisi lain, diakuinya saat ini masih banyak pembangunan industri yang justru menimbulkan konflik sosial, inefisiensi, dan lain sebagainya. "Berbagai tantangan ini harus dihadapi. Namun, kendala terbesar untuk mengatasi itu adalah financing," jelas Shinta.
Ia berpendapat, sudah selayaknya ada dukungan finansial kepada pengusaha kecil dan menengah untuk mengejar, misalnya berbagai standar dan sertifikasi berbagai macam produk. Di sisi lain, dari pelaku usahanya sendiri perlu berbenah menerapkan managemen terbaik agar mampu bersaing.
Dalam kesempatan sama, Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menuturkan, salah satu kebijakan pemerintah dalam merespon perubahan iklim adalah penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Dia mengklaim, regulasi SVLK ini mendapat apresiasi dari negara-negara importir kayu dan produk kayu Indonesia. "Dibutuhkan partnership untuk mengatasi tantangan perubahan iklim, dari pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat lokal," kata Hadi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.