Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Manajemen "Blusukan" Menjadi Populer tetapi Disambut Sinis?

Kompas.com - 30/05/2014, 13:55 WIB

Kepada saya, mendiang Gus Dur menegaskan bahwa blusukan-nya itu dilakukan untuk mencegah dukungan asing terhadap separatisme di Indonesia.

Jadi meski dikritik habis-habisan, saya kira kita patut bersyukur NKRI aman di tangan pemimpin yang bekerja keras dan teguh menjaga kerukunan dan kebinekaan. Harap maklum pula, blusukan bisa dilakukan dalam banyak bentuk. Bisa penyamaran ataupun terbuka, baik dengan maupun tanpa pers.

Namun, blusukan tidak dapat diwakilkan karena pemimpin butuh first hand information. Blusukan juga harus dilakukan secara spontan agar keadaan lapangan tidak direkayasa oleh bawahan.

Memang dalam beberapa hal terjadi kompromi, seperti kunjungan Gus Dur ke luar negeri, yang mau tak mau harus dipersiapkan protokolernya.

Kritik dan perbaikan

Sayang sekali, belakangan ini istilah blusukan seperti jadi bahan cemoohan dalam debat publik karena kepentingan politik. Saya sendiri tetap berpikir, siapa pun presidennya, mereka harus rajin turun ke bawah kalau benar-benar berpihak pada rakyat dan pegawai-pegawai kecil.

Tidak fair kalau pemimpin hanya blusukan saat kampanye, dan setelah itu hanya memimpin dari Bina Graha, lewat pidato yang gagah, dari depan kamera yang sejuk atau dari jet pribadinya yang tak pernah kena macet. Indonesia adalah sebuah archipelago terbesar di dunia dan tak akan pernah habis untuk dikunjungi.

Bahwa blusukan saja tak bisa memecahkan masalah, itu sudah pasti. Pemimpin besar tak akan pernah bisa memecahkan masalahnya sendirian. Ia butuh tim yang solid, yang semuanya bekerja keras dan mau diperintah. Ia butuh strategi yang mampu memobilisasi kekuatan besar. Namun, apalah artinya strategi besar kalau eksekusinya buruk atau tak sampai ke bawah.

Itulah PR bagi para pemimpin. Jadi pemimpin itu jangan hanya memelototi harga saham, perubahan nilai aset, selisih kurs, atau inflasi belaka. Rezeki bangsa ini berasal dari lini bawah, yang kita sebut the bottom line....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com