"Saat ini rasio utang luar negeri, 30 persen lebih dari produk domestik bruto. Dari berbagai sumber, BI, BPS, dan lain-lain, utang luar negeri tadi saya sebut angkanya Rp 4.300 triliun, sebanyak Rp 2.600 triliun diantaranya milik pemerintah, sisanya swasta. Belum bicara utang publik di atas Rp 1.000 triliun, itu termasuk BLBI,” kata Didin kepada wartawan, ditemui usai Seminar Kajian Tengah Tahun INDEF 2014, di Jakarta, Kamis (26/6/2014).
“Kemudian, mereka yang menghindari pajak (tax avoidance) itu dikejar,” kata Didin.
Jika para penghindar pajak ini bisa “tertib”, penerimaan pajak diyakini tak hanya bisa Rp 1.000 triliun, akan tetapi menyentuh Rp 1.500 triliun. “Belum lagi dari pengelolaan sumber daya alam migas misalnya Pertamina, Antam, renegosiasi yang tidak adil, gas Tangguh,” kata Didin.
Ia menambahkan, kontrak merugikan jual beli gas oleh Tiongkok harus direnegosiasi supaya adil, merugikan. “Harus dengan cerdas memang. Itu bisa mengurangi utang kita,” katanya.
baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia Naik, BI Klaim Masih Aman
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.