Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tambang dan Kebun Punahkan Mata Pencaharian Warga Adat Kalimantan

Kompas.com - 02/07/2014, 00:05 WIB
Kontributor Balikpapan, Dani Julius

Penulis


BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Masyarakat adat di pedalaman Kalimantan Timur terus kehilangan mata pencaharian utama sejak kehadiran pertambangan batu bara dan mineral, industri minyak dan gas, dan perkebunan sawit.

Industri ini memerlukan lahan yang sangat luas termasuk menyita hutan dan ladang-ladang yang tadinya menjadi wilayah mata pencaharian masyarakat adat. Mantan Bupati Kabupaten Kutai Barat periode 2001-2006 yang juga Ketua Forum Dayak Menggugat (FDM) Kaltim, Rama A. Asia, mengungkap masyarakat adat kini dalam kondisi kritis sejak investasi masuk.

Kebutuhan lahan yang sangat luas untuk investasi menyebabkan wilayah kelola masyarakat adat berupa hutan dan ladang menjadi sempit. “Hutan dan tanah mereka diambil untuk investasi dengan alasan demi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Faktanya menyebabkan kesengsaraan,” kata Rama dalam sebuah diskusi di Balikpapan, beberapa waktu lalu.

Hutan, sawah, dan ladang secara seragam jadi lahan kebun sawit dan tambang. Masyarakat yang semula mudah memperoleh buah-buahan, padi, ikan, hingga hewan buruan, di dalamnya kini mulai sulit dicari bahkan hilang di beberapa wilayah. Termasuk hilangnya madu hutan yang dulu diandalan.

Pohon Benggeris, salah satu tumbuhan yang dilindungi negara, tempat tawon madu suka hinggap dan bersarang, kini sudah tidak ada lagi. Pohon karet dan rotan yang membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, juga habis.

“Di tempat kami, 300 jenis tanaman obat, dari pohon, perdu, bambu, hingga rumput-rumputan, habis kena tambang dan kebun sawit. Masyarakat yang tadinya mengandalkan obat itu kehilangan hak hidupnya,” kata salah seorang Kepala Adat Dayak, Elioson, yang hadir dalam diskusi ini.

Masifnya industri, kata Rama, juga mengancam kelangsungan produk budaya. Sebutlah tumbuhan doyo sebagai bahan utama serat bagi ulap atau ulos atau sejenis kain tenun tradisional produk suku asli. Doyo nyaris punah. Belum lagi rotan dan karet yang digemari perkebunan warga.

“Doyo itu tumbuh liar di tanah berpasir. Dulu diusahakan masyarakat Kecamatan Jempang, Kutai Barat. Sekarang Jempang penuh dengan kebun sawit. Lahan habis. Tidak ada ruang untuk tumbuh doyo itu. Tumbuh di antara sawit, malah ditebas orang. Tenun ikat doyo memang masih ada sekarang, tapi tenun lebih banyak benang,” kata Rama.

Rama mengatakan, warga yang terhimpit lalu berpindah, atau memilih meninggalkan cara hidupnya dan beralih menjadi buruh di dunia industri. Mereka yang berpindah kemudian terbentur sempitnya lahan untuk dikelola. Akhirnya, mereka mengalami konflik batas, wilayah kelola, hingga konflik tata ruang antar warga itu sendiri maupun dengan perusahaan.

Sementara itu, mereka yang tidak lagi berkebun dan berburu, memilih menjadi buruh perusahaan. Dengan keterampilan terbatas, mereka terpaksa bersaing dengan pendatang, diikat dengan sistem kontrak yang bisa diberhentikan kapan saja, diberi upah rendah dan dibedakan dengan upah para pendatang yang memiliki keterampilan lebih mumpuni.

“Pekerja pendatang digaji Rp 80.000-Rp 90.000 sehari. Orang lokal cuma Rp. 50-60 ribu per hari, karena keterampilan terbatas. Karena tidak memiliki kemampuan lain, terpaksa tetap kerja di situ. Jangka lima hingga 10 tahun lagi tentu akan sengsara. Ini sama dengan memiskinkan masyarakat miskin jadi tambah miskin,” kata Rama.

Dampak terus berlanjut. Kehadiran pekerja dari luar meningkatkan prostitusi liar di seputar tambang dan perkebunan, perselingkuhan antara pekerja dengan warga, perubahan gaya hidup remaja lokal yang tertarik perputaran uang yang besar, pencemaran air dan tanah, hingga kearifan lokal yang terus terkikis.

“Hitungan politis, dari tiga juta penduduk Kaltim, 50 persen suku Jawa, 30 persen Sulawesi, 20 persen gado-gado. Lima persen (dari 20 persen) itu kira-kira orang lokal (masyarakat adat) dan tidak mendapat perhatian serius,” kata Elioson.

Pasca-konflik yang terjadi secara berulang di antara masyarakat, akhirnya pemerintah membuka diri membahas rancangan peraturan daerah. Pemerintah provinsi bersama DPRD Kaltim menggodok Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat (PPHMHA) dan dimulai Juni 2012.

Sejak itu panitia khusus dibentuk. Tim pansus studi banding ke berbagai provinsi yang lebih dulu menerapkan perda serupa, termasuk mempelajari perda pengakuan tanah ulayat di Sunda, perda hutan adat di Kalteng, perda tanah ulayat masyarakat Sumatera Barat, hingga masyarakat Kerinci yang dilindungi peraturan gubernur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com