Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Keok, Sentimen Pilpres hanya Omong Kosong..!!

Kompas.com - 16/07/2014, 14:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Penguatan rupiah karena sentimen positif Pilpres 9 Juli 2014 dinilai hanya omong kosong. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, menegaskan, selama fundamental ekonomi tidak dibenahi, rupiah akan terus bergejolak.

“Penguatan semacam itu, akan menjadi omong kosong ketika fundamental kita masih fragile (rentan),” kata Enny kepada Kompas.com, Rabu (16/7/2014).

Menurut Enny, satu faktor yang mendorong rapuhnya fundamental perekonomian Indonesia adalah impor bahan baku yang tinggi. Namun, ini seperti layaknya buah simalakama. Jika pemerintah ingin menekan impor bahan baku, praktis kegiatan industri akan seret. “ Sementara ini perlu kebijakan komprehensif. Mempercepat industri yang berbahan baku domestik,” katanya.

Di sisi lain, untuk memperbaiki neraca dagang Indonesia, kini sudah kelewat sulit untuk menggenjot ekspor. Pasalnya, kebijakan pelarangan ekspor ore atau mineral mentah cukup memukul kinerja ekspor. Selama ini, kinerja ekspor Indonesia ditopang dari sektor pertambangan.

“Jadi keputusan kebijakan yang baik ini (hilirisasi minerba), hanya akhirnya jadi sampah ketika momentumnya tidak tepat,” katanya.

Sementara itu, pengendalian impor konsumsi hanya bisa dilakukan ketika pemerintah mempunyai stimulus untuk mendorong produksi dalam negeri. Apalagi, untuk komoditas pangan, ada kekhawatiran cuaca buruk yang kemungkinan besar bisa menekan kinerja pertanian, dan membuat impor kian deras.

“Impor yang paling besar sebetulnya migas, karena secara keseluruhan neraca nonmigas kita masih surplus. Migas ini yang sebetulnya dapat mengurangi tekanan defisit. Nah, dampak perbaikan fundamental inilah yang lebih permanen, dibanding sekalipun misalnya pada 22 Juli nanti, KPU secara resmi menyatakan Pak Jokowi jadi Presiden,” kata Enny.

Rupiah memang selalu bergejolak mengikuti faktor domestik dan luar negeri. Namun menurut Enny, jika fundamental ekonomi Indonesia kuat, volatilitas mata uang Garuda bisa lebih terjaga. “Jadi, capres-capres ini jangan jumawa, karena ini unggul rupiah menguat. Tidak. Perekonomian itu ada hitungannya, ada rumusannya,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Rupiah pada awal perdagangan Rabu (16/7/2014) pagi kembali melorot, bahkan menembus level 11.800. Seperti dikutip dari data Bloomberg, rupiah di pasar spot dibuka melemah ke posisi Rp 11.810 per dollar AS, atau turun 0,63 persen dibandingkan penutupan kemarin pada Rp 11.736,3.

Hari ini, rupiah diproyeksikan melemah, tertekan oleh penguatan mata uang dollar AS, seiring dengan pernyataan Gubernur The Federal Reserve Janet Yellen. (baca: Yellen Bikin Rupiah Keok Tembus Rp 11.800 Per Dollar AS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com