Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih JSS atau "Jembatan Laut" Sumatera-Jawa?

Kompas.com - 31/07/2014, 08:34 WIB

Dalam kondisi normal, puluhan ribu penumpang dan ribuan kendaraan dalam sehari diseberangkan dari Sumatera ke Jawa atau sebaliknya.

Pada arus mudik Lebaran 2014, PT ASDP Indonesia Fery menyebutkan sebanyak 569.823 pemudik diseberangkan dari Merak menuju Pulau Sumatera untuk merayakan Lebaran di kampung halaman mereka. Mereka terdiri atas pemudik pejalan kaki sebanyak 105.695 orang dan pemudik di atas kendaraan sebanyak 129.998 orang. Sementara itu, jumlah kendaraan terdiri dari roda dua, roda empat, bus dan truk mencapai 121.977 unit.

Saat arus mudik, jumlah pemudik dari Sumatera ke Jawa jauh lebih kecil. Namun, saat arus balik berlangsung, jumlah penumpang yang diseberangkan biasanya lebih banyak karena para pendatang baru ikut pindah ke Jawa, terutama pencari kerja di sektor formal dan informal.

Butuh solusi konkret

Meski upaya memperlancar lalu lintas manusia dan barang melalui Pelabuhan Merak dan Banten sebenarnya selalu mendapatkan perhatian dari setiap rezim pemerintahan di Indonesia, tetapi solusinya hendaknya nyata, bukan sekadar komoditas politik.

Chairul Tanjung telah mengusulkan langkah nyata untuk mengatasinya, yakni memperbanyak dermaga penyeberangan untuk mempercepat waktu tempuh penyeberangan.

Pada masa kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 lalu, komitmen dan optimisme pembangunan JSS kembali disampaikan tim pemenangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Sementara itu, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla menggagas pembangunan "tol laut", yakni pengoperasian kapal-kapal besar yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. "Tol laut" diyakini mampu memangkas biaya logistik barang sehubungan transportasi laut khusus barang belum terjadwal secara reguler dan terintegrasi dengan tol dan jalur kereta api.

Saat ini nasib JSS kini bisa dikatakan stagnan, padahal pembangunan jembatan yang menghubungkan Sumatera dan Jawa melalui Selat Sunda itu telah digagas sejak tahun 1960 di era pemerintahan Presiden Soekarno; bahkan dicanangkan menjadi salah satu bagian dari proyek Asian Highway Network (Trans Asia Highway dan Trans Asia Railway).

Di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, gagasan itu kembali dihidupkan. Proyek berbiaya Rp 200 triliun -Rp 250 triliun itu memang sangat mahal, tetapi menguntungkan perekonomian nasional secara jangka panjang.

Bagi Lampung dan Banten, pembangunan JSS itu tentu akan menimbulkan implikasi terhadap perubahan pola, struktur tata ruang, dan sistem transportasi nya. Pembangunan JSS akan mengubah pola penggunaan lahan, seperti berkurangnya cakupan kawasan lindung dan bertambahnya cakupan kawasan budidaya. JSS juga akan mendorong perkembangan luas lahan terbangun di Provinsi Lampung.

Setelah JSS dibangun, kemungkinan besar akan tumbuh kawasan terbangun yang bernilai ekonomi tinggi, seperti kawasan perkotaan, pusat perdagangan dan jasa, kawasan industri dan wisata di koridor penyeberangan Bakauheni-Merak.

Struktur ruang juga akan berubah statusnya dengan pembangunan JSS itu, seperti menjadi pusat kegiatan nasional (PKN), pusat kegiatan wilayah (PKW) atau pusat kegiatan lokal (PKL), yang tentu akan memacu kinerja dan struktur perekonomian Lampung dan Banten.

Dampak JSS bahkan diyakini mampu mendorong peningkatan perekonomian Indonesia hingga 80 persen, mengingat Sumatera dan Jawa merupakan daerah berpenduduk terbesar dengan kandungan sumber daya alamnya yang terbesar pula.

Sehubungan itu, apa pun solusinya, termasuk konsep tol laut Jokowi-JK, masalah transportasi laut di ruas Merak-Bakauheni perlu dituntaskan secara matang dan konkret. Setiap gangguan yang terjadi di Pelabuhan Merak atau Pelabuhan Bakauheni akan merugikan perekonomian nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com