Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik yang Digemari Remaja

Kompas.com - 09/08/2014, 22:17 WIB

KOMPAS.com - Batik kini tidak lagi sekadar busana pada acara khusus keluarga, menjadi seragam, dan dimonopoli kalangan orangtua. Remaja pun mulai tergila-gila dengan batik karena tidak hanya menjadi pakaian, batik juga sudah melekat pada setiap denyut dunia mode dalam negeri. Kain batik kini sudah mempercantik tas, dompet, syal, sepatu dan sandal, serta kalung dan gelang.

Penampilan produk batik semakin memesona karena dipadupadankan dengan kulit, imitasi, dan bahan lain.

Fenomena ini ditangkap Ririn Asih Pindari (44), pengusaha batik berlabel Sekar Jati di Jombang, Jawa Timur. Meneruskan usaha yang dirintis sang ibu, perempuan pengusaha ini sudah hampir 10 tahun berjibaku dengan batik tulis menggunakan pewarna alami. Bebas dari bahan kimia pada batik yang umumnya ditenun memunculkan ide kreatif karena tidak hanya berkutat pada lembaran kain batik, tetapi juga melahirkan produk lain yang tidak lepas dari dunia mode.

Sempat dipandang sebelah mata karena corak dan warna terkesan eksklusif dan kurang ngejreng tak mengurungkan niat Ririn untuk terus mengembangkan batik dengan dukungan 20 pembatik di Jombang.

Meski langkah awal agak tersendat karena pemasaran tak lancar, Ririn terus bermetamorfosis, baik soal corak maupun warna. Apalagi, pewarnaan kain batik tenun menyita waktu. Satu warna saja harus dicelupkan 8-10 kali setelah bahan baku, seperti kayu, daun, dan akar, direbus.

Ririn tak memproduksi batik secara massal. Satu corak hanya untuk selembar kain batik dan tanpa kembaran, kecuali sarimbit. Promosi pun hanya lewat pameran dan laman yang jarang diperbarui karena kerepotannya menggali ide corak dan warna batik. Apalagi, pesanan tas berbagai model dibalut kain batik dan dipadukan dengan kulit semakin meningkat. Semuanya karena modelnya mengikuti selera pasar dalam dan luar negeri.

Tas karya Ririn tidak hanya dilirik kalangan perempuan berusia di atas 40 tahun, tetapi juga anak-anak muda berstatus karyawati. Mereka menyukainya meskipun harga tas paling murah Rp 1 juta. ”Kalau tas sering jadi rebutan pas dipajang. Jika berminat, saya garap. Soal model dan ukuran sesuai selera konsumen saja,” ujar Ririn.

Sering kali ketika ikut pameran, Ririn harus berganti busana hingga lima kali karena pakaian yang dikenakan dilirik, lalu dibeli saat itu juga. Hal serupa juga berlaku pada tas dan syal. ”Saya lepas saja, wong konsumen maunya beli yang lagi dipakai,” kata ibu dari dua putra ini. Dia memang sengaja mengenakan produk buatannya sebagai bagian dari strategi mempromosikan hasil karyanya yang sangat ramah lingkungan.

Mitra binaan PT Semen Indonesia ini sudah memperoleh langganan tetap dari Jepang, Australia, dan Amerika Serikat. Semuanya hasil dari rutin ikut pameran di dalam dan luar negeri.

Modal gemar menggambar

Gemar menggambar adalah salah satu modal Ririn untuk membuat corak pada batik dan mendesain sendiri busana yang hendak dipasarkan.

Ririn memilih pewarna dengan bahan alami karena dirinya yang asli Jombang alergi pewarna sintetis. Menggunakan pewarna alam memang lebih repot dalam proses dan butuh waktu. Namun, secara penampilan lebih anggun dan lebih eksklusif.

Batik jombangan yang dikembangkan pun motifnya tidak jauh dari kekhasan ”Kota Santri” itu, seperti relief di Candi Arimbi, Bareng, Jombang. Motif itu bahkan sudah dipatenkan Pemkab Jombang. Motif itu kini menjadi corak batik seragam pegawai negeri dan swasta hingga pelajar di Jombang. Corak batik pun tak melulu khas Jombang, ada juga corak kontemporer dan klasik, bahkan melenceng dari pakem karena sesuai selara konsumen.

Pembuatan batik tulis lebih banyak mengandalkan warna alami dan memanfaatkan limbah kayu. Pengolahan dilakukan di Desa Jati Pelem, Kecamatan Diwek, Jombang. Usia limbah kayu berefek pada kualitas warna yang muncul di kain. Bahan baku tersebut berlimpah dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan jika menggunakan zat kimia.

Menurut ibu dari Farel (15) dan Fais (8) ini, dia tak pernah berhenti melakukan eksperimen dari berbagai jenis tanaman untuk mencari warna alami baru bagi produk batiknya. Bahan baku tanaman untuk pewarnaan kain haruslah dari tanaman kayu bergetah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com