Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerak Gerbong Mandalika Menuju Toba

Kompas.com - 11/08/2014, 08:00 WIB

Oleh Dahlan Iskan, Menteri BUMN

KOMPAS.com - Sabtu kemarin, sehari penuh, saya praktis mengililingi pulau Lombok. Dari Mataram di barat, Gili Trawangan di utara, lokasi PLTU baru di timur, pembangkit hidro di tengah, dan menjelang senja tiba di Lombok Selatan: rapat dimulainya proyek Mandalika.

Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), BUMN yang mengelola BTDC Nusa Dua Bali itu, mendapat tugas membuat "Nusa Dua Baru" yang lebih besar di Lombok Selatan. Luasnya 1.200 hektare. Empat kali lebih luas dari Nusa Dua. Namanya: Mandalika.

Usai rapat, senja sudah lewat. Saya langsung menuju pantai terindah di kawasan Mandalika, di belakang Novotel: Pantai Kuta. Saya duduk di atas pasir putih menghadap laut selatan. Deburan ombaknya mengingatkan saya pada salah satu pantai di Bali. Angin bertiup sejuk. Bulan yang mendekati purnama tampak menor di langit bersih. Seperti baru keluar dari salon.

Dua teman saya yang datang dari Bali sudah menunggu saya di situ. Menemani istri saya yang sehari penuh saya tinggal keliling Lombok.

"Pantai ini punya empat karakter," ujar Gus Marhaen, tokoh Bali yang duduk di sebelah saya. "Jenis gelombangnya seperti Sanur. Lengkung kanannya seperti Nusa Dua. Pemandangan kirinya seperti Padang Bai. Dan pasir pantainya seperti Kuta Bali," kata dia lagi.

Gus Marhaen seorang seniman, pemilik universitas tertua di Bali, dan baru saja membangun Museum Bung Karno di Denpasar.

Penilaiannya itu menambah keyakinan saya bahwa proyek Mandalika akan menjadi pusat turis terbaik sejajar dengan kawasan Sanur-Kuta-Nusa Dua dijadikan satu. Memang kalau dilihat wujudnya sekarang kawasan Mandalika masih seperti padang gersang yang berdebu. Hotel yang besar ya baru Novotel itu. "Tahun 1975 lalu, Nusa Dua pun ya masih seperti ini," ujar Gus Marhaen.

Proyek Mandalika seharusnya dimulai tahun 1990-an: 20 tahun yang lalu. Investornya Emaar Properties dari Dubai. Tapi krisis ekonomi tahun 1998 yang begitu hebat membuat Mandalika menderita. Investornya tidak hanya angkat tangan tapi juga angkat kaki. Asset Mandalika disita BPPN. Lalu diserahkan ke BUMN.

Dua tahun terakhir ini segala macam keruwetan bisa diselesaikan. "Semua detail perencanaan juga sudah final," ujar Dirut ITDC, IB Wirajaya.

Dua bulan lalu semua izin sudah beres. Izin-izin sudah di tangan. Amdal sudah terbit. Bahkan, meski belum jelas apa manfaatnya, status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sudah terbit.

Maka sudah waktunya pembangunan fisik dimulai: membangun jalan utama di dalam kawasan itu. Kini PT Waskita Karya lagi menyelesaikan badan jalan: lebar 40 meter, panjang 4 kilometer. Tiga bulan lagi pengerasan jalan ini harus sudah selesai. Agar investor yang akan memulai proyeknya di Mandalika bisa memobilisasi peralatan dan bahan-bahan bangunan.

Dirut ITDC (ib.wirajaya@yahoo.com), memang all out mengundang investor ke Mandalika. Yang prioritas ditawarkan adalah farming green house solar cell (gabungan solar cell seluas 40 ha yang di bawahnya untuk tanam sayur dan holtikultura). Hasil listriknya untuk keperluan kawasan itu sendiri. Sayur-holtikulturanya bisa untuk ekspor.

Lokasi ini ideal. Tidak jauh dari bandara. Tiap hari ada penerbangan ke Singapura. Untuk pasar Jakarta pun oke. Tujuh penerbangan langsung Lombok-Jakarta setiap hari. Ditambah 10 penerbangan langsung ke Surabaya.

Yang juga prioritas ditawarkan adalah pembangunan lapangan golf. Harus 18 hole dengan segala fasilitasnya termasuk resort. Disediakan lahan 120 ha. Lokasinya istimewa: ada pantai indahnya dan ada bukitnya.

Tawaran berikutnya adalah theme park, convention center, hotel-hotel berbintang, dan fasilitas pendukung turisme lainnya.

Halaman:
Baca tentang
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com