Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga BBM Naik, Inikah Warisan SBY?

Kompas.com - 21/08/2014, 11:40 WIB

Tengok saja dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 yang disahkan Juni lalu. Pengesahan anggaran negara ini juga menjadi warisan amat menantang sekaligus menyandera pemerintahan baru hasil pemilihan presiden 9 Juli nanti. Warisan beban terberat itu apalagi kalau bukan seputar anggaran subsidi energi.

Maklum, pemerintahan SBY tak kunjung menuntaskan akar persoalan pembengkakan anggaran subsidi energi hingga akhir masa jabatannya. Akibatnya, anggaran subsidi energi tahun ini naik drastis dari Rp 282,1 triliun menjadi Rp 350,31 triliun.

Dari jumlah itu, Rp 50 triliun dimasukkan dalam anggaran tahun 2015 (carry over). Ibaratnya, pemerintah sekarang mengijonkan dana subsidi. Pemerintahan SBY beralasan, beban fiskal tahun ini sudah teramat berat, sehingga harus mencuil lebih dulu jatah APBN 2015

Celakanya, berbarengan dengan lonjakan anggaran subsidi, sumber pemasukan dari setoran pajak kian seret. APBNP 2014 menetapkan setoran perpajakan sekitar Rp 1.246,1 triliun, turun dari target APBN 2014 yang mematok Rp 1.280,3 triliun.

Alhasil, gara-gara besar pasak daripada tiang, pemotongan anggaran belanja hingga Rp 43 triliun pun jadi jalan pintas. Untuk menutup jurang defisit yang makin menganga, utang bakal digenjot. Perburuan utang baru bakal digenjot sekitar Rp 66 triliun, dari sebelumnya Rp 175,5 triliun menjadi Rp 241,49 triliun.

Masalah subsidi BBM seakan menyandera pemerintahan mendatang. Cerminan pemerintahan SBY yang tak tegas pun masih saja belum pudar di akhir masa kepemimpinannya. Lagi-lagi SBY tak berani mengambil sikap tegas mengurai dan memangkas beban subsidi BBM, alhasil anggaran negara tahun depan nyaris melompong terkuras subsidi.

Gambaran itu sekali lagi tampak dalam nota keuangan dan RAPBN 2015. SBY mematok postur RAPBN 2015 sebagai berikut: pendapatan Negara direncanakan Rp 1.762,29 triliun, naik 7,8 persen dari APBN Perubahan (APBN-P) 2014. Sedangkan belanja direncanakan Rp 2.019,86 triliun, naik 7,6 persen dari APBN-P 2014. Alhasil, defisit anggaran dalam RAPBN 2015 menjadi Rp 257,57 triliun atau 2,32 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Besarnya defisit anggaran dalam RAPBN 2015 dipicu kenaikan alokasi untuk subsidi energi. Maklum, selain membayar subsidi 2015, RAPBN 2015 juga harus membayar subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2014 sebesar Rp 44 triliun.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menuturkan, target defisit anggaran 2015 di atas 2 persen dari PDB tergolong tinggi. Padahal, kata David, tahun depan masih banyak risiko global yang harus dihadapi Indonesia.

Sejumlah risiko itu antara lain rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga sehingga ekonomi Indonesia berisiko menghadapi keluarnya arus modal. Sementara di domestik, kata David, pada 2015 pemerintahan baru juga harus menghadapi besarnya defisit transaksi berjalan atau current account deficit. "Ini yang membuat beban pemerintah baru semakin besar," katanya.

Tingginya defisit neraca transaksi berjalan juga banyak disokong besarnya impor BBM. Salah satu solusi menekan defisit adalah menaikkan harga BBM bersubsidi.

Pilihan panas itulah yang harus dihadapi pemerintah baru. Padahal, pemerintah baru nanti baru membangun legitimasi dan dukungan rakyat. Celakanya, kenaikan harga BBM bisa menggerus kepercayaan rakyat tersebut.

Bisa berubah

Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan, asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan dipatok 5,6 persen, naik tipis dari target pertumbuhan tahun ini sebesar 5,5 persen. Alasannya, situasi global tahun depan belum sepenuhnya membaik.

Namun, semua plafon anggaran dan asumsi RAPBN 2015 yang disusun pemerintah SBY bisa berubah bila pemerintahan baru menghendaki. "Program baru akan dibuat pemerintahan baru,” tandas Chatib.

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com