Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: “Jokowi Effect” Ibarat Makanan yang Keburu Dingin

Kompas.com - 22/08/2014, 07:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – “Jokowi Effect”, frasa ini acapkali muncul untuk menggambarkan dampak kemenangan Joko Widodo (Jokowi) dalam kontestasi politik terhadap perekonomian, utamanya di pasar keuangan dan saham.

Biasanya, efek ini terlihat salah satunya dari penguatan nilai tukar mata uang Garuda terhadap dollar AS. Sebelumnya telah dibuktikan, setelah hasil hitung cepat lembaga survei terkait Pilpres 9 Juli 2014 dirilis, nilai tukar Rupiah menguat bahkan melonjak ke level tertinggi selama tujuh pekan, menembus Rp 11.518 per dollar AS.

Penguatan kembali terjadi setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan hasil resmi rekapitulasi Pilpres, pada 22 Juli 2014 lalu. Rupiah kembali bertengger di level Rp 11.484 per dollar AS.

Diprediksi, “Jokowi Effect” akan berulang pasca-putusan Mahkamah Konstitusi terkait hasil sengketa Pilpres. Namun, menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, A Tony Prasetiantono, kali ini putusan MK tidak akan memberikan lompatan lebih tinggi terhadap penguatan Rupiah, dibanding ketika rilis hasil KPU.

“Rasanya tidak. Dugaan saya hanya sampai Rp 11.500-an saja,” kata Tony kepada Kompas.com, Kamis (21/8/2014) malam.

Menurut Tony, pasar sedikit kehilangan momentum, di mana seharusnya momentum itu bisa mendongkrak kembali rupiah. “Karena, momentumnya agak hilang. Ibarat makanan sudah keburu agak dingin, karena proses yang melelahkan dan menjemukan,” jelas Tony.

Tony menengarai, kemungkinan rupiah akan bisa menguat signifikan saat Jokowi mengumumkan kabinet yang sesuai ekspektasi pasar. Dengan demikian, rupiah diprediksi bisa menguat ke arah Rp 11.200 per dollar AS.

Namun, Tony menambahkan, Rupiah sulit menembus di bawah Rp 11.000 per dollar AS. Sebab, subsidi bahan bakar minyak dan subsidi listrik yang mencapai Rp 350 triliun sudah tidak masuk akal lagi, sehingga APBN tidak kredibel. “Ini memberi beban berat bagi Rupiah, sehingga sulit menguat,” tandas Tony.

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi, pada Kamis malam, memutuskan menolak seluruh gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Mahkamah Konstitusi menilai, Prabowo-Hatta tak bisa membuktikan dalil permohonannya. Dengan putusan ini, artinya pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla resmi sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2014-2019. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, tak ada cara untuk mengubahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com