Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 25/08/2014, 10:13 WIB
Penulis Yoga Sukmana
|
EditorErlangga Djumena

JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN) mengungkapkan, beberapa perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terindikasi melakukan pungutan liar bahkan penipuan terhadap masyarakat sebagai konsumen. Ketua Komisi VI bidang Kerjasama dan Kelembagaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Firman Turmantara Endipradja, menyebut,  BUMN yang terindikasi tersebut di antaranya, PLN, Telkom, dan Pertamina.

“PLN dalam hal PPOB yaitu payment point online bank. Biayanya Rp 1.600 sampai Rp 5.000. Jadi ini biaya administrasi untuk kita membayar (listrik) dengan online. Gak masuk akal kan kita udah bayar listrik, terus bayar ke bank aja kita harus bayar, itu kan service. Itu sangat bisa sekali (dilaporkan), bisa penipuan, bisa pungutan liar,” ujar dia di Bandung, Sabtu (23/8/2014).

Firman menjelaskan, apa yang dilakukan PLN dengan melibatkan bank-bank mitra PLN untuk memungut PPOB bertentangan dengan UUPK. Menurut dia, Praktik tersebut, bisa dijerat dengan pasal 62 UU Nomor 8 tahun 1999,  karena merugikan konsumen dan bisa dikenakan hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara.

Praktik PPOB tersebut, kata Firman, melibatkan 32 bank yang bekerjasama dengan PLN dalam melakukan pembayaran listrik secara online.

Firman mengatakan, selain PLN, praktik PPOB ini juga dilakukan oleh Telkom dalam proses pembayaran pemakaian telepon secara online. “..dan gilanya Telkom juga ngikutin biayanya Rp 2.000 sampai Rp 5.000 untuk biaya itu biaya administrasi. Itukan pungli, pungutan liar gak jelas aturannya,” kata Firman.

Selain PLN dan Telkom, perusahaan BUMN yang ditengarai melanggar UUPK adalah Pertamina. Firman memberikan contoh beberapa kasus dimana Pertamina harusnya bertanggung jawab atas terjadinya kelangkaan elpiji 3 kilogram di beberapa daerah.

Kasus lain yang diungkapkan BKPN adalah terjadinya ketidaksesuaian berat elpiji 3 kilogram, diduga karena terjadinya penyedotan gas dari elpiji 3 kilogram ke elpiji 12 kilogram. “Di seluruh Indonesia (kelangkaannya), tapi di daerah tertentu yang paling lebih intensif saya mengawasi Jawa Barat dari 2007 sampai kemaren lebaran masih langka. Daerah Sumedang paling parah, Kota Bandung, Kabupaten Bandung terus Cimahi, Padalarang, Cianjur, lalu ke utara Majalengka, lalu Cirebon,” ucap Firman.

Dari berbagai bentuk pelanggaran terhadap UUPK tersebut, Firman mengaku bahwa BKPN sudah menuliskan rekomendasi dan sudah memberikannya kepada pihak-pihak terkait dari mulai Pertamina, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Kementerian Koordinator Perekonomian, DPR sampai ke Presiden.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+