Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Panas Bumi Disahkan, Hutan Konservasi Bisa Dijamah

Kompas.com - 26/08/2014, 04:57 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Rancangan Undang-undang Panas Bumi (Geothermal) menjadi UU Panas Bumi akan segera disahkan pemerintah bersama DPR, melalui sidang Paripurna, besok Selasa (26/8/2014). RUU ini merupakaan revisi dari UU No.27 tahun 2003 Panas Bumi.

“Sidang Paripurna DPR RI besok, untuk mengambil keputusan tentang RUU Panas Bumi menjadi UU. Ini bagus sekali. Jadi, kalau besok bisa diketok palu, karena semua fraksi sudah setuju, bulat, bisa ketok palu, maka energi terbarukan khususnya geotermal atau panas bumi itu akan masif bergeraknya ke depan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, ditemui di gedung Parlemen, Jakarta, Senin (25/8/2014).

Dalam UU lama, panas bumi masuk dalam kategori pertambangan. Padahal wilayah kerja panas bumi beroperasi di hutan. Akibatnya kata Jero, banyak proyek panas bumi yang macet terganjal perizinan.

“Makannya macet semua. Untuk itu kita terobos dan DPR sudah setuju semua, sudah ketok palu, maka UU Panas Bumi akan selesai dan itu akan bagus sekali UU-nya,” imbuh Jero.

Selain UU Panas Bumi, pemerintah sedianya akan meneken Permen terkait harga uap panas bumi. Dia berharap, UU Panas Bumi akan menjamin kemandirian energi, lantaran merupakan energi baru terbarukan.

Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBKTE) Kementerian ESDM, Rida Mulya menjelaskan, ada beberapa perbedaan mendasar antara UU lama dengan UU Panas Bumi yang besok akan disahkan pemerintah bersama DPR.

“Pertama istilah pertambangan, penambangan enggak ada, dihilangkan. Kedua, kita dimungkinkan masuk ke hutang konservasi,” kata dia.

Adapun perbedaan ketiga adalah, UU Panas Bumi yang baru, mengatur pemanfaatan langsung uap panas bumi. Dalam UU sebelumnya, hal tersebut tidak diatur. Dengan diatur oleh pusat, artinya pemberian izin WKP atau wilayah kerja pertambangan menjadi lebih cepat, tidak melalui Gubernur atau Bupati. Sementara itu, perbedaan keempat adalah terkait perizinan.

"Dulu, pemanfaatan tidak langsung dilakukan oleh daerah, sekarang semuanya ditarik ke pusat," imbuh Rida.

Perbedaan terakhir adalah UU Panas Bumi ini memberikan manfaat lebih besar bagi pemerintah daerah, karena mereka akan mendapatkan manfaat dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai bonus produksi. Selain memberikan tambahan PAD, payung hukum baru ini juga meringankan kerja Pemda, lantaran minimnya SDM yang paham soal panas bumi.

Rida menuturkan, selama ini pun lelang panas bumi masih harus banyak dibantu oleh pemerintah pusat. “UU Panas Bumi ini menjadi payung hukum, jaminan semua hutan dimanfaatkan selama ada resources panas bumi,” kata Rida. Dia yakin, kegiatan usaha panas bumi di hutan konservasi tidak akan merusak kelestarian lingkungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com