Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Impor Migas Terus Naik, BBM Perlu Segera Naik?

Kompas.com - 02/10/2014, 13:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Impor yang meningkat, khususnya dari komoditas minyak dan gas (migas), terus jadi momok bagi ekonomi Indonesia. Pemerintah harus segera menjalankan kebijakan pengelolaan migas, seperti menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, agar Indonesia tak tersandera oleh defisit dagang yang masih terjadi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru menyebutkan, impor di Agustus 2014 sebesar 14,79 miliar dollar AS atau naik 5,05 pesen dibanding Juli 2014 sebesar 14,08 miliar dollar AS. Sementara, ekspor tercatat sebesar 14,48 miliar dollar AS. Alhasil neraca dagang defisit 318,1 juta dollar AS, turun drastis dibandingkan Juli yang masih surplus 123,7 juta dollar AS.

Naiknya impor disumbang oleh sektor nonmigas yang meningkat 14,99 persen menjadi 11,39 miliar dollar AS di Agustus 2014. Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kenaikan impor nonmigas bukan hal yang perlu dikhawatirkan. 

Ini menunjukkan kegiatan investasi di Indonesia berjalan. Kalau investasi berjalan,  maka impor nonmigas ini menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi.

Yang terpenting bagi pemerintah, kata Bambang, ialah menjaga neraca nonmigas tetap surplus. Berdasarkan data BPS di Agustus, neraca nonmigas masih surplus sebesar 483 juta dollar AS.

Menurut Bambang, pemerintah masih mengkhawatirkan tingginya impor migas sehingga pengendalian BBM bersubsidi sudah mendesak. "Impor BBM yang tidak perlu harus dikurangi," ujar Bambang, Rabu (1/10/2014).

Impor migas per Agustus mencapai 3,4 miliar dollar AS sehingga terjadi defisit  801,1 juta dollar AS. Sebetulnya, defisit ini lebih kecil dibanding Juli yang defisit 1,61 miliar dollar AS. Meskipun turun, pemerintah masih khawatir karena masih terjadi defisit migas.

Upaya menekan tingginya impor migas, kata Bambang, bisa dilakukan dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga harus signifikan agar mengerem penggunaan BBM oleh masyarakat.

Ambil contoh, pada tahun 2013 pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter untuk premium. Kebijakan ini mampu menghemat penggunaan BBM bersubsidi 2 juta kiloliter (kl). Semula pagu volume BBM bersubsidi pada tahun 2013 sebesar 48 juta kl, tapi akibat adanya kenaikan, realisasinya mencapai 46 juta kl.

Penghematan volume terjadi karena sebagian masyarakat migrasi ke BBM nonsubsidi. "Semakin dekat harga jual BBM bersubsidi ke harga keekonomiannya, akan semakin tinggi penurunan impornya," tandas Bambang.

Menteri Keuangan Chatib Basri menambahkan, kenaikan harga BBM bersubsidi juga berdampak positif bagi kesehatan keuangan negara. Jika Presiden terpilih Joko Widodo merealisasikan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter mulai 1 November 2014, maka anggaran subsidi energi bisa berkurang Rp 21 triliun. "Defisit anggaran bisa di bawah target," tandas Chatib.

Tahun ini target defisit anggaran  Rp 241,49 triliun atau 2,4 persen terhadap PDB. 

Dengan kenaikan itu, defisit anggaran tahun depan juga bisa berkurang menjadi 1,3 persen-1,4 persen. APBN 2015 memasang target defisit anggaran  Rp 245,89 triliun atau 2,21 persen dari PDB. "Kenaikan harga BBM tahun ini memangkas anggaran subsidi tahun depan Rp 159 triliun," tandas Chatib.

Kebijakan drastis ekspor 

Selain kenaikan harga, pemerintah juga harus mengubah drastis kebijakan ekspor. Soalnya, pemerintah masih saja mengandalkan ekspor di sektor komoditas. Walhasil, saat terjadi penurunan harga, nilai ekspor pun jatuh.

Kepala BPS Suryamin menjelaskan, salah satu penyebab penurunan ekspor adalah harga crude palm oil (CPO) atawa minyak kelapa sawit pada Agustus yang susut 8,92 persen dibanding Juli. "Ekspor CPO masih jadi andalan kita,"  terang Suryamin.

 Menurut Bambang Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan ekspor berbasis komoditas. Indonesia perlu melakukan pengembangan pada ekspor yang berbasis non komoditi, yaitu produk olahan. Kalau berharap pada ekspor komoditas akan sulit karena sekarang harga sedang turun.

Selain itu, dari data yang ada, sektor industri juga turut menyumbang defisit perdagangan. Di sektor industri, setidaknya ada tiga produk utama penyebab defisit perdagangan nonmigas, yaitu mesin dan peralatan mekanik, mesin dan peralatan listrik, serta kendaraan bermotor dan bagiannya. BPS dan Kemkeu menilai saat ini Indonesia sudah tak layak mengandalkan barang mentah untuk ekspor. (Jane Aprilyani, Margareta Engge Kharismawati)

baca juga: Dukung Investasi Asing, BPH Migas Usul Harga BBM Bersubsidi Naik Rp 4.000

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com