Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Revisi Aturan 80 Persen Wajib Produk Lokal di Mall

Kompas.com - 09/10/2014, 10:34 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan pengusaha sudah menemukan titik temu dari aturan kewajiban 80 persen produk yang diperdagangkan di pusat perbelanjaan (mall) dan toko modern adalah produk buatan dalam negeri alias made ini Indonesia.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.70 tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Srie Agustina, di sela-sela TEI ke-29, Rabu (8/10/2014) menuturkan, pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan telah menetapkan tiga prasyarat, sehingga pengusaha mall dan toko modern bisa dikecualikan dari aturan Permendag 70 ini.

Pengusaha mall atau toko modern yang tidak wajib mengisi gerainya dengan 80 persen produk made in Indonesia adalah yang: Pertama, masuk dalam global supply chain. Artinya, produk yang diperdagangkan juga bisa diproduksi di berbagai negara lain. Misalnya, kata Srie, produk otomotif seperti produksi Toyota.

Kedua, menjual produk premium brand, di mana produk itu memang belum bisa diproduksi di Indonesia karena belum adanya industri pendukung. Misalnya, ungkap Srie, tas Louis Vuitton.

Ketiga, menjual produk yang memang diperuntukkan warga negara tertentu yang tinggal di Indonesia. Misalnya, makanan yang hanya untuk orang Korea dan Jepang.

Atas dasar itu, tiga minggu yang lalu Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag 56/M-DAG/2014 tentang Perubahan atas Permendag 70/M-DAG/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

"Ini Peraturan Menteri yang lebih spesifik yang melengkapi Permendag 70. Jadi hanya merevisi Pasal 22 dan Pasal 41," jelas Srie.

Srie menambahkan, sebelumnya untuk mendapatkan pengecualian, maka pemerintah bersama pengusaha akan membahas case by case dalam Forum Komunikasi yang resmi dibentuk Muhamad Lutfi beberapa waktu lalu. Dengan Permendag baru tersebut, maka pengecualian tidak memerlukan proses pembahasan di Forkom.

"Dengan Permen baru, otomatif Forkomnya tidak ada lagi. Kalau ada sifatnya informal, tapi bukan yang memberikan rekomendasi untuk pengambilan kebijakan lagi," ucap Srie.

Sebelumnya, pengusaha pusat perbelanjaan mengritisi beleid Permendag, salah satu aturan yang disoroti adalah pasal 22 yang mengatur ketentuan bahwa pusat perbelanjaan dan toko modern wajib menyediakan barang dagangan produksi dalam negeri paling sedikit 80 persen dari jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan.

Handaka Santosa, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) dalam diskusi review Permendag 70/2013, menilai, tidak bisa dipungkiri ada konsumen yang membutuhkan barang yang tidak bisa diproduksi di Indonesia.

Mungkin saja, kata dia, barang tersebut sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri. Namun, barang itu tidak memenuhi economic scale jika diproduksi di Indonesia, atau dengan kata lain harganya lebih bersaing jika impor.

"Pasal 22 yang menyebutkan paling sedikit 80 persen, saya bilang, kami pusat belanja tidak menyediakan barang. Kami menyediakan tempat. Tapi kalau tempat ini kosong, siapa yang akan mengisi periuk kami? Apa mall-mall hanya akan jadi lapangan bola," kata pemilik salah satu mall elit di Senayan itu, beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com