Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produsen: Kenaikan HPP Gula Tidak Berpengaruh

Kompas.com - 19/10/2014, 21:21 WIB
Tabita Diela

Penulis


INDRAMAYU, KOMPAS.com- Keputusan pemerintah menaikkan harga patokan petani (HPP) gula dinilai tidak berpengaruh. Pasalnya, efek kebijakan tersebut sama sekali tidak dirasakan oleh petani dan produsen gula. Hal ini dikeluhkan oleh Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Ismed Hasan Putro.

"Karena pada faktanya HPP tidak berpengaruh pada harga gula. Harga gula sekarang dalam lelang ditawar Rp 7.900 (sampai) Rp 8.000 (per kg). Tidak naik dari situ. Ternyata pada faktanya HPP yang ditetapkan oleh Mendag yang sekarang, yaitu Pak Luthfi, tidak berpengaruh signifikan terhadap harga gula," ujar Ismed di Indramayu (19/10/2014).

Sebagai catatan, Lutfi menaikkan HPP gula hingga Rp 8.500 per kg. Sementara, di balai lelang harga gula sudah merosot sampai Rp 7.900 per kg. Hal ini begitu terasa, lantaran ada perusahaan yang membutuhkan biaya produksi sampai Rp 9.000 per kg.

"Mengapa? Karena pada faktanya gula rafinasi itu telah menguasai seluruh titik sentra perdagangan gula nasional kita, gula impor. Jadi betul-betul tahun 2013, 2014 gula nasional itu hancur dibunuh oleh beredarnya gula rafinasi dan ini kebijakan yang dibuat oleh Gita Wirjawan bersama Hatta Rajasa," ujarnya.

Ismed menambahkan, dampak kehadiran gula rafinasi tersebut sangat signifikan. Ketimbang membiarkan gula dijual rugi, para produsen memilih menumpuk gulanya di gudang.

"Dan ini dampaknya akan sangat signifikan, mengapa, karena sampai saat ini ada sekitar 1.200.000 ton gula tebu yang tersimpan di gudang. Itu artinya kalau nanti sampai 2015 tidak terjual, dan ditambah dengan produksi 2015 maka kita sebetulnya tidak (perlu) berproduksi selama tiga tahun, gula tebu itu sudah cukup. Ini serius," ujarnya.

Gula yang tidak beredar pun sebagian mengalami kerusakan, misalnya produksi 2013. Perusahaan perlu mereprodukai ulang gula tersebut. Dalam kesulitan seperi ini, menurut hemat Ismed, pemerintah tidak tanggap.

"Yang saya sedihnya, pemerintah seolah-olah tidak menganggap ini masalah serius, padahal jutaan orang terkapar dan sekian pabrik tebu, ada PTPN yang membayar gaji karyawannya dengan gula. Tidak pernah dalam sejarah republik ini karyawan pabrik gula itu dibayar dengan gula, itu satu. Yang kedua, tidak pernah dalam sejarah republik ini kontaktor atau rekanan dibayar dengan gula karena tidak ada uang masuk sementara barang bertumpuk di gudang," imbuhnya.

Lebih lanjut, Ismed juga mengungkapkan kekecewaannya pada slogan swasembada gula. Slogan ini, tuturnya, hanya "omong-kosong karena pada faktanya komitmen Pak SBY itu dirusak, dihianati oleh menteri-menterinya, anggota kabinetnya yang rakus." Menurut Ismed, oknum tersebut tidak punya nasionalisme. Mereka hanya berpikir kepentingan pragmatis dan transaksional, atau berburu rente dengan kartel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com