Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Wawancara Buka-bukaan dengan Ignasius Jonan

Kompas.com - 27/10/2014, 14:00 WIB

KOMPAS.com - Akhirnya Ignasius Jonan ditunjuk Presiden Joko "Jokowi" Widodo menjadi menteri perhubungan. Dahlan Iskan, Menteri BUMN  masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,  pernah mengungkapkan, Direktur PT Kereta Api Indonesia ini sebenarnya akan ditunjuk menjadi Dirut PLN. Tetapi karena masuk bursa kandidat menteri, Dahlan pun tidak jadi melaksanakan rencananya tersebut.

Jonan yang berasal dari dunia perbankan, dinilai berhasil membenahi PT KAI yang sebelumnya berdarah-darah. Di bawah kepemimpinan dia, perlahan namun pasti moda kereta menjadi pilihan masyarakat Indonesia, PT KAI pun mulai menangguk laba. Bagaimana cara dia membenahi PT KAI, padahal dia tidak ada latar belakang transportasi?  Bagaimana dia menjawab tudingan lebih mendukung pemodal asing?

Berikut wawancara Kompas TV dengan Jonan, beberapa waktu lalu, sebelum ditunjuk menjadi menteri perhubungan.

Tanya (T): Anda dulu di Citibank kemudian pindah ke KAI. Bagaimana ceritanya?
Jawab (J): Saya ditawari oleh Pak Sofyan Djalil, menteri BUMN pada waktu itu. Saya juga bilang apakah saya mampu. Saya gak ngerti transportasi apalagi kereta api, tapi beliau mendorong agar saya membenahi.

T: Datang ke PT KAI anda sudah punya konsep. Apa yang pertama kali anda lihat yang harus dibenahi PT KAI ini?
J: Ini satu jebakan yang besar. Kalau orang baru datang ke sebuah organisasi yang baru bagi dia sudah membawa rencana itu salah besar. Yang saya lakukan adalah melihat kekuatan organisasi tersebut dahulu. Apa kelebihannya, apa kekurangannya, tantangannya apa, secara historis bagaimana, sekarang ditambah persepsi publik bagaimana, kualitas SDMnya
bagaimana, dan sebagainya.

Kalau saya masuk dulu sudah bawa program saya yakin keberhasilannya tidak lebih dari 50 persen. Perubahan yang terbaik itu harus dilakukan dengan mendengarkan dari para pelakunya sendiri. Maunya apa, harapannya apa, kekuatannya apa, uangnya ada engga kalau badan usaha,
mintanya ke siapa.

T: Anda berhasil membawa PT  KAI dari kerugian sebesar Rp 83,4 miliar pada 2008, 2009 sudah masuk peringkat A dengan keuntungan Rp 153,8 miliar. Apa poin yang anda benahi pada waktu itu? Dari managerialnya atau teknis?
J: Kereta api itu waktu pertama kali saya lihat yang harus dibenahi adalah kultur kerja. Tahun pertama itu saya perbaiki kultur bekerja. Kultur bekerja di sini artinya customer oriented, sedangkan dulu teman-teman di sini berpikir bahwa yang memberi makan bukan pelanggan tapi pemerintah.

Jadi mereka lebih takut dengan ke menteri atau ke saya, ke dirjen perkeretaapian. Sama pelanggan enggak takut. Ini salah. Kita harus melayani yang memberi makan kita, yaitu pelanggan. Tadi pagi pak Dahlan Iskan BBM saya, ‘kalau saya sudah tidak jadi menteri, boleh gak saya menyampaikan kritik masyarakat yang disampaikan melalui saya.’ Saya bilang boleh,
karena yang penting itu masukan dari para pelanggan.

T: Kebijakan anda banyak diapresiasi, tapi ada juga yang mengkritik terutama soal revitalisasi stasiun. Anda dinilai tidak sensitif terhadap perekonomian masyarakat yang berjualan di stasiun tetapi membuka lebar-lebar untuk waralaba asing?
J: Waralaba asing itu apa aja? Indomaret, Alfamart, bakso malang itu lokal bukan? Saya tidak membeda-bedakan, kalau ada yang jual lotek di sini silakan asal bayarnya sama. Tidak ada kewajiban KAI untuk memprioritaskan ini untuk masyarakat kecil, domestik atau asing. Itu bukan porsi saya.

Orang mengkritik seperti itu ngelindur. Contohnya stasiun senen. Dulu banyak yang berjualan di sini, sekarang saya bilang steril, steril. Stasiun Tebet, indomaretnya tidak ada kontrak, ya saya suruh bongkar.

T: Bicara kedepannya,  PT KAI mengincar laba Rp 816 miliar tahun ini.
J: Bukan mengincar atau menargetkan juga. Operasi meningkat, pendapatan juga meningkat, nah biayanya juga meningkat. Nah selisih dari itu kemungkinan diperkiran sekitar ada Rp 800 (miliar). Boleh engga PT KAI untung Rp 800 miliar?

T: Bicara lagi soal anggaran, di APBN tahun 2015 ada anggaran Rp 1,5 triliun untuk KAI. Ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 1,2 triliun. Tetapi target dari PT KAI  sendiri juga meningkat. Ada strategi?
J: Enggak ada hubungannya. PSO (public service obligation) itu karena pemerintah yang menentukan harga jual, selisihnya dia yang harus bayar. Targetnya standar pelayanan umum harus dipenuhi. Yang KRL Jakarta saya bilang yang AC nya banyak rusak enggak boleh jalan, harus diganti. Keluarkan dana saja.

T: Perbaikan berjalan terus, termasuk revitalisasi, rejuvenasi, termasuk di armadanya. Kami baru mendengar anda baru saja kembali dari Washington DC untuk membeli 50 armada baru?
J: Itu belinya sudah lama. Itu bagian dari 100, terus pesen lagi 50. Kami dapat pinjaman.

T: MP3E1 menjadi suksesi terbesar pemerintahan di era SBY, salah satunya infrastruktur trans-sulawesi. Apa pandangan anda?
A: Bagus. Daripada bangun High Speed Train Jakarta-Bandung lebih baik bangun itu. Kan supaya ada pemerataan pembangunan. Misalnya trans sumatera, sulawesi, kalimantan, sampai papua. Kalau dibangun track 20.000 km saja, jadi Rp 10.000 kali dua, saya kira sama dengan satu tahun subsidi BBM.

Dibangun lima tahun juga selesai daripada Jakarta-Surabaya High Speed Train. Kalau itu sudah, bisalah. Kalau semua pembangunan di Jawa nanti pada ribut.

T: Namun bagaimana juga dengan rencana pemerintah dengan integrated train dari pelabuhan menuju bandara?
J: Kalau mau itu diserahkan operator saja sebagai badan usaha. KAI sudah membangun di Kualanamu, dan akan dibangun lagi di Bandara Soekarno Hatta. Itu pakai uang KAI sendiri. Operator juga bisa, asal ngitungnya waras. Pengelolaannya saja yang tidak baik.

T: Punya cita-cita apa untuk PT. KAI?
A: Enggak penting juga. Yang penting kebutuhan masyarakat kita pahami kemudian kita translasi dengan kebutuhan transportasinya, kemudian translasi lagi kereta api bisa kontribusi apa dengan baik.

T: Atau anda punya cita-cita lain mungkin seperti ‘beri saya kesempatan untuk melakukan lebih baik lagi’?
J: Lebih baik atau tidak itu mengikuti zaman. Tidak ada titik akhir. Akhirnya ya kalau kereta api bubar. Kalau belum, ya terus berinovasi. Yang harus punya cita-cita ya customer. Kita yang mewujudkan cita-cita tersebut. Anak kereta api tidak boleh punya cita-cita, harus bekerja sebaik
mungkin.

T: Cara berpikir ini akan dibawa kemanapun anda ditempatkan?
J: Dalam ranah publik ya. Kalau ranah privat mungkin beda. Bisa saya atur sendiri. Tapi kalau tida mendengarkan customer ya tidak jalan. Kalau di kereta api kan customernya masyarakat. Saya tidak penting.

Baca juga: Jonan: Lebih Baik Bangun Kereta di Luar Jawa dibanding KA Super Cepat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com