Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Ekonomi Jokowi Disambut Dingin

Kompas.com - 27/10/2014, 14:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengamat menyambut dingin tim ekonomi dalam Kabinet Kerja 2014-2019. Mereka menilai tim ekonomi di bawah ekspektasi. Namun demikian, ada kesempatan untuk membuktikan kemampuan kerja dalam 100 hari pertama.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Ahmad Erani Yustika, di Malang, Minggu (26/10), menyatakan, sejumlah menteri dinilai cukup. Namun beberapa menteri kurang cakap. Secara umum, ia menilai tim ekonomi di luar ekspektasi.

”Saya pribadi menilai, tim ekonomi ini lebih rendah dari ekspektasi. Semestinya Jokowi (Joko Widodo) bisa mengambil profil yang lebih bagus,” kata Erani.

Erani menyatakan, platform ekonomi Jokowi adalah spektakuler. Oleh sebab itu, butuh orang-orang yang punya daya dobrak baik dari aspek ideologis maupun kapasitas teknis yang mumpuni untuk menjalankannya.

Erani menyoroti antara lain Menteri Keuangan yang diisi Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil. Terhadap Menteri Keuangan, Erani ragu apakah Jokowi bisa membongkar APBN karena menterinya adalah orang yang selama ini ikut mendesain APBN.

Sementara terhadap Sofyan Djalil, Erani menilai, figur kepemimpinannya kuat dan kredibilitasnya tidak diragukan. Persoalannya, rekam jejak Sofyan lebih banyak di sektor riil. Sementara pemahaman aspek moneter dan fiskal justru kurang. Padahal itu penting untuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Erani mengapresiasi Adrinof Chaniago yang ditunjuk sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Portofolio Adrinof sebagai ahli di bidang kebijakan publik memang tidak lazim untuk posisi Kepala Bappenas yang selama ini diisi orang berlatar-belakang ekonomi.

”Tapi ini justru jadi kelebihan dia. Membangun tidak dari kacamata ekonomi saja, tetapi pada perspektif yang lebih luas. Ini berita bagus. Cuma nanti dia harus banyak berurusan dengan aspek ekonomi karena perencanaan pembangunan didominasi isu ekonomi,” kata Erani.

Secara terpisah, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, A Tony Prasetiantono, berpendapat, secara umum Kabinet Kerja agak susah diterima oleh pasar. Kesempatan untuk mengungkit euforia pasar secara signifikan pun sulit terjadi.

Tony menduga, tidak mudah bagi Presiden Joko Widodo untuk membuat kabinet ekonomi impian. Hal yang ada adalah keterbatasan-keterbatasan presiden di tengah antusiasme banyak pihak yang memberi masukan.

Sebagai contoh, pasar pasti tidak begitu mengenal Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Adrinof Chaniago. Alasannya, Adrinof selama ini tidak memiliki rekam jejak di bidang ekonomi, apalagi sektor finansial. ”Pasar tentunya akan bingung dan sulit merespons positif.

Pasar, menurut Tony, juga akan memantau beberapa saat, misal 100 hari untuk menilai kinerja para menteri tersebut. ”Jika baik, maka arus modal masuk akan terjadi, rupiah dan IHSG bakal menguat,” kata Prasetiantono.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Destry Damayanti menjelaskan, pemerintah dan tim ekonomi harus memastikan peralihan ke sektor manufaktur menjadi prioritas.

”Sektor manufaktur memang tidak bisa diharapkan dalam jangka pendek, mungkin baru setelah dua tahun kelihatan. Namun, harus dipastikan bahwa proses itu berlangsung dan dilakukan secara kontinu,” kata Destry.

Untuk beralih ke sektor manufaktur, infrastruktur harus diprioritaskan. Namun, Destry berpendapat bahwa birokrasi dan perizinan juga berperan penting dalam mendorong sektor manufaktur. (LAS/AHA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com