Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemasaran di Zaman "Banjir Gadget"

Kompas.com - 05/11/2014, 07:07 WIB

KOMPAS.com - Data menunjukkan hampir separuh ponsel yang terjual di Indonesia tahun ini adalah smartphone. Maklum, menurut catatan MarkPlus, sekitar seperempat gadget ini bisa dibeli dengan cicilan. Harga beli pun sudah murah dengan banyaknya merek lokal dan Tiongkok bermunculan. Catatan kami juga menunjukkan ada 20 persen pengguna smartphone yang punya 2 unit!

Yang lebih heboh, ada sekitar 170 pengguna jasa operator seluler yang memiliki total SIM card mencapai 300 juta. Padahal penduduk Indonesia kurang dari 250 juta. Angka fantastis ini mendorong pertumbuhan trafik internet lewat ponsel naik hampir 90 persen per tahun di negeri ini.

Penggunaan yang paling populer di ponsel? Apalagi kalau bukan social media. Jakarta dan Bandung kabarnya masuk 5 besar kota terbising di dunia Twitter.

Selain itu, menonton video juga mulai populer. Bahkan, lebih dari 40 persen trafik internet dihabiskan oleh pengguna yang nonton video. Seringkali, paket data ponsel terlalu lambat buat anak muda menonton YouTube. Makanya, Anda sering melihat anak muda betah berjam-jam di minimarket. Pastinya mereka bukan belanja, tapi cuma nongkrong menggunakan WiFi gratis yang semakin menjamur di mana-mana.

Praktis, gadget yang terhubung internet menjadi sarana yang paling membumi untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bandingkan saja, di Indonesia mungkin hanya 70 juta orang yang dilayani perbankan. Tapi ada 170 juta orang yang dilayani operator seluler. Oleh karena itu, banyak operator yang mulai menawarkan mobile money, untuk menjangkau masyarakat yang tidak tersentuh bank padahal selalu bertransaksi.

Harusnya, enak jadi pemasar di era ini. Tinggal sebar saja iklan di ponsel. Benarkah demikian?
Ternyata tidak.

Di era banjir gadget seperti ini, susah sekali dapat perhatian konsumen. Semua sibuk dengan gadget masing-masing. Inilah era attention deficit: paling lama orang hanya mampu memusatkan perhatian terhadap satu topik selama beberapa detik saja. Jika tidak menarik, perhatian akan pindah ke topik lain. Fokus menjadi langka.

Parahnya lagi, yang dibaca dan didengar konsumen di gadget bukan iklan dari pemasar, tetapi dari saran dari teman di Facebook, followers di Twitter, atau rekan di BBM. Mereka sudah tidak lagi percaya janji pemasar di iklan. Yang mereka percaya malah, orang yang tidak terlalu dikenal yang kebetulan follow di Twitter!

Susah sekali jadi pemasar zaman sekarang. Mencuri perhatian konsumen sudah tidak bisa dengan produk atau merek yang sebatas OK. Zaman sekarang, semuanya wajib WOW! 

Jika Anda mampu menciptakan WOW, konsumen sendiri yang akan menjadi pemasar untuk Anda. Mereka tidak akan sungkan-sungkan mempromosikan merek Anda kepada teman-temannya.

Dengan derasnya koneksi antar konsumen, mereka saling ngomong soal perusahaan, pelayanan, bahkan pengalaman mereka dengan merek! Nah, kalau sudah begitu, mau ngga mau harus WOW!

Konektivitas melalui gadget memang banyak unsur positifnya, tetapi juga menyimpan tantangan besar bagi pemasar. Pemasar yang mampu memahami aturan main di era konektivitas ini adalah pemasar yang pada akhirnya unggul. (Iwan Setiawan, Chief Knowledge Officer MarkPlus, Inc.)

Pembahasan lebih mendalam tentang WOW Marketing akan dirangkum di MarkPlus Conference 2015 yang akan digelar pada tanggal 11 Desember 2014 di The Ritz Carlton Jakarta Pacific Place yang mengangkat tema “WOW Marketing = Creativity + Productivity” yaitu perpaduan antara kreativitas dan produktivitas untuk mencapai WOW Marketing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com