Dalam presentasinya bertajuk 'Indonesia 2015 and Beyond: Reinventing Economic Priorities', Hendri mengatakan rangkaian panjang kegiatan politik 2014 telah menghasilkan legilatif dengan kelengkapan di DPD, DPR, dan MPR serta pemerintahan baru yang dikomandoi Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Namun demikian, pesta demokrasi tersebut ternyata masih menyisakan catatan yang berpotensi menganggu stabilitas politik. "Pertama, potensi konflik antara legislatif dan eksekutif," kata Hendri, Kamis (6/11/2014).
Hendri menuturkan, selama ini partai pendukung Presiden dan Wapres selalu memimpin legislatif. Namun dengan perubahan UU MD3, saat ini kepemimpinan legislatif dikuasai koalisi partai oposisi, dalam hal ini koalisi Merah Putih. Dengan kekuatan 63 persen KMP di parlemen, tentu hal ini memunculkan kekhawatiran potensi konflik.
"Kedua, ada indikasi potensi konflik tidak hanya antara legislatif dan eksekutif, tetapi juga di internal legislatif sendiri. Sekarang ini ada gesekan-gesekan di internal legislatif. Ini satu hal yang harus dikelola Jokowi-JK," lanjut Hendri.
Menurut Hendri, bagi pemerintah Indonesia, dukungan legislatif sangat penting karena sistem politik memberi peran yang cukup besar pada DPR lewat berbagai fungsinya. "Oleh karenanya Presiden Jokowi-JK dan Tim Kabinet Kerja memang harus memiliki strategi untuk mengelola potensi gesekan yang akan terjadi," ucap Hendri.
Selain itu, lanjut dia, masih ada peluang bagi pemerintah Presiden Jokowi-JK untuk menciptakan optimisme karena bagi pelaku bisnis. "Menurut kami, yang penting bagi pebisnis saat ini bukan tidak adanya konflik, tapi segera hadirnya eksekutif yang mampu menjadi eksekutor efektif untuk mendorong dan menciptakan iklim usaha yang produktif bagi percepatan pertumbuhan ekonomi," pungkas Hendri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.