Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Ini Mengubah Desa TKW Menjadi Desa Batik

Kompas.com - 07/11/2014, 06:16 WIB
Kontributor Kendal, Slamet Priyatin

Penulis

Batik buatan desa ini sudah dijual ke berbagai daerah di Indonesia, bahkan diekspor ke beberapa negara tetangga. "Memang, sejak awal, niat kami membatik sebenarnya untuk mengurangi warga Jambearum untuk jadi TKW dan meningkatkan ekonomi keluarga, bukan untuk mendapatkan gelar desa wisata," kata Sri Lestari, yang juga menjadi Ketua Paguyuban Batik Jambearum.

Kegigihan Lestari dalam mengembangkan batik di desanya juga mendapat perhatian khusus dari Bupati Kendal Widya Kandi Susanti. Oleh karena itu, ibu dua anak ini mendapat penghargaan Bupati Award.

"Tak hanya mendapatkan gelar desa wisata, Desa Jambearum juga dijadikan sebagai desa vokasi, yakni desa yang bisa dijadikan tempat untuk belajar oleh desa lain," kata Lestari.

Setelah mendapat berbagai gelar tersebut, Desa Jambearum banyak mendapat bantuan. Mulai dari pemerintah kabupaten hingga Dirjen Kementerian Pariwisata. Namun, ia mengakui bahwa untuk berkembang sebagaimana desa wisata yang utuh, Jambearum masih sangat jauh dari hal itu. Sebab, sarana dan prasarana belum terpenuhi untuk membuatnya layak menjadi desa wisata.

"Plang pintu masuk bertuliskan 'desa wisata batik' juga belum ada. Pengelolaan secara profesional sebagai tempat wisata juga belum dibentuk. Di samping itu, belum ada juga promosi untuk desa ini ke berbagai daerah ataupun negara-negara lain," akunya.

Sementara itu, dampak positif menekuni usaha batik diakui oleh salah satu warga Jambearum, Sugiarti (32). Ia merasa terbantu dengan adanya kegiatan batik yang ia tekuni. Sugiarti mengatakan, ia dulunya adalah buruh pabrik, yang setiap hari meninggalkan rumah untuk bekerja di pabrik.

Namun, ia kini bisa berkonsentrasi di rumah dengan membatik. Satu batik tulis yang ia hasilkan bisa terjual dengan harga Rp 225.000-Rp 300.000 per lembar. Waktu pengerjaannya 2-3 hari.

"Modal awalnya Rp 100.000-Rp 130.000 untuk satu kain batik. Jadi, dalam sebulan, saya bisa mengerjakan 10-12 kain batik tulis. Keuntungan saya Rp 1,7 juta-Rp 2 juta per bulan," akunya.

Keuntungan tersebut, menurut dia, jauh lebih baik dibandingkan ketika berkerja di pabrik ataupun menjadi TKW. Sebab, kerja menjadi buruh pabrik ataupun TKW tidak bisa dekat dan mengurus pekerjaan rumah tangga.

Ia berharap, pemerintah membantu mempromosikan Desa Jambearum sebagai desa wisata. Dengan begitu, batik karya ibu-ibu Jambearum bisa semakin banyak yang terjual.

Baca juga: Dulu Perajin Tempe, Heri Kini Bos Gula Merah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com