“Dulu, saat BBM bersubsidi naik dari Rp4.500 ke Rp6.500, upah petani naik sekitar 20 persen. Untuk yang sekarang saya hitung-hitungannya belum selesai,” ujar Manager Logistik dan Distribusi Kelompok Tani Kapalindo (Katata Pal Indonesia), Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Andri Rakhmansyah, Rabu (19/11/2014).
Andri mengungkapkan, petani akan mengalami imbas dari kenaikan BBM bersubsidi, terutama akibat kenaikan harga bahan pokok, transportasi, hingga kebutuhan lainnya. Mengenai produk pertanian Pengalengan, Andri mengaku akan ikut naik. Namun hingga dua pekan ke depan, pihaknya menunda kenaikan karena terikat kontrak. Besaran kenaikannya pun belum bisa dipastikan.
"Kami belum menaikkan harga. Besok kami akan memantau dulu ke pasar dan berbincang ke bagian distribusi," terang Andri.
Setelah memantau pasar dan distribusi, pihaknya baru bisa menghitung besaran kenaikan sayuran. Namun, itu pun tidak bisa langsung, mengingat kelompok taninya masih terikat kontrak dengan sejumlah pasar modern.
Andri menjelaskan, kenaikan BBM bersubsidi tentunya berpengaruh pada biaya operasional pertanian. Sebab, hampir semua proses pengairan hingga pestisida menggunakan aplikasi teknologi berupa mesin yang membutuhkan BBM. Belum lagi dalam hal distribusi, sangat terpengaruh oleh BBM.
"Misalnya, untuk penyiraman 4 hektare lahan dibutuhkan 10 liter BBM. Belum aplikasi teknologi lainnya," imbuhnya.
Saat ini Kapalindo menjual sejumlah sayuran ke pasar modern dan pasar tradisional di sekitar Bandung. Di antaranya tomat sebanyak 5-6 ton per minggu, dan tomat 2 ton per bulan dengan harga lebih tinggi dari pasaran. “Harganya dari Rp9.000-Rp5.500, tergantung kualitas produk,” tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.