Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MEA Tak Ada Artinya bagi Perbankan Indonesia

Kompas.com - 28/11/2014, 06:58 WIB
Icha Rastika

Penulis

DENPASAR, KOMPAS.com - Direktur The Finance Research Eko B Supriyanto menilai kesepakatan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku mulai 2015 belum akan menguntungkan bagi ekspansi bisnis perbankan Tanah Air. Saat ini, kata dia, perbankan nasional sudah didominasi bank asing dan bank lokal yang dimiliki orang asing sehingga diberlakukannya MEA tidak menciptakan kondisi berbeda bagi perbankan nasional.

"MEA buat bank sebenarnya tidak ada artinya, wong sudah masuk semua ke sini," kata Eko dalam diskusi "Sumber Pendanan Perbankan" yang diselenggarakan Bank Tabungan Pensiunan Nasional di Denpasar, Bali, Kamis (27/11/2014) malam. 

Selain itu, menurut Eko, bank nasional saat ini dipersulit untuk membuka cabang di luar negeri, termasuk di ASEAN. Sementara itu, MEA menyebabkan kompetisi di segala bidang di antara negara ASEAN meningkat.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa MEA tetap perlu diwaspadai. Pemerintah perlu membangun kesiapan tenaga kerja untuk bersaing dengan tenaga kerja dari negara ASEAN lainnya tahun depan.

"Jangan sampai dia masuk, orang kita enggak kerja," sambung Eko.

Kesepakatan MEA bisa menjadi peluang bagi Indonesia jika dikelola dengan baik. Apalagi, kata Eko, kekuatan MEA sebenarnya tergantung pada Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN. Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar, proporsi GDP yang tinggi, dan wilayah yang luas dibandingkan negara ASEAN lainnya.

"Kita kita tidak kelola dengan baik, bisa balik memukul kita. GDP juga demikian, kita terbesar. Proporsi luas wilayah juga terbesar," kata Eko.

Terkait perbankan nasional, Eko juga menilai jika konsolidasi perbankan Indonesia berlajan lambat dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Kedua negara itu sudah lebih dulu membangun mega bank dengan melakukan merger sejumlah bank.

Sementara di Indonesia, lanjut dia, jumlah bank yang ada terlalu banyak sehingga kurang efektif. Eko juga menyebut likuiditas dan masalah permodalan menjadi tantangan Indonesia lima tahun ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com