Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/12/2014, 18:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah dinilai tak siap berhadapan dengan DPR, terkait kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Salah satu indikator penilaian itu adalah ketidakhadiran Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia Sudirman Said dalam dua undangan rapat kerja bersama DPR tanpa alasan yang jelas.

"(Padahal) masyarakat ingin mengetahui apa alasan Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM di saat harga minyak mentah dunia merosot secara tajam sehingga negara-negara lain menurunkan harga minyaknya, bukan menaikkan seperti kita,” kecam Wakil Ketua Komisi VII Fraksi Partai Demokrat, Mulyadi, Jumat (5/12/2014).

Sudirman seharusnya mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR pada 27 November 2014 dan 4 Desember 2014. Mulyadi mengatakan rapat ini sangat penting karena akan mengungkap jawaban pemerintah tentang alasan kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi per 18 November 2014. 

Selama ini, kata Mulyadi, penjelasan pemerintah soal kenaikan harga BBM hanya normatif. DPR, ujar dia, berkewajiban meminta penjelasan kepada pemerintah. "Saya anggap alasan selama ini normatif, maka dari itu kita memerlukan penjelasan yang komprehensif dari Menteri ESDM,: kata dia.

Mulyadi menambahkan, dengan harga Premium Rp 8.500 per liter pada saat harga minyak dunia di kisaran harga di bawah 70 dollar AS per barrel, bisa jadi harga premium sudah sama sekali menggunakan anggaran subsidi pemerintah. "Masyarakat miskin dan hampir miskin sudah tidak disubsidi lagi dengan harga tersebut. Ini salah satu yang mau kami tanya sama Menteri ESDM," ujar dia.

Pemerintah tak siap

Selain ingin tahu alasan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, Mulyadi mengatakan DPR juga menyoroti keputusan pemerintah menjalin kerja sama impor minyak dengan Angola. “Jangan hanya bisa menjelaskan lebih bagus dan menguntungkan, tapi tidak bisa menjelaskan (lebih rinci),” sambung dia.

Mangkirnya Sudirman--sebagai wakil Pemerintah terkait persoalan ini--menurut Mulyadi memperlihatkan bahwa pemerintah tidak siap untuk menjelaskan kepada parlemen. "Terbukti anak buahnya selalu menghindar ketika diundang DPR. Kelihatan sangat tidak siap untuk menjelaskan,: kecam dia.

Menurut Mulyadi, alasan bahwa DPR sedang tak solid sudah tak relevan lagi dikutip Pemerintah sebagai alasan mangkir memenuhi undangan DPR. Terlebih lagi, Menteri ESDM juga diketahui sudah mengikuti rapat dengan enam fraksi dari 10 fraksi yang ada di DPR.

Mulyadi berpendapat, ketidakhadiran Sudirman di kominsinya mencederai sistem ketatanegaraan dan parlemen. "Bila sekali lagi tak hadir (memenuhi undangan), maka (Sudirman) dapat dipanggil paksa," imbuh dia.

Bila ketidakhadiran semacam ini berlanjut, Mulyadi mengatakan wajar bila kemudian DPR tak percaya kepada Pemerintah. "Ngapain juga Jokowi punya menteri sebagai pembantu Presiden? Hanya menjelaskan kepada DPR tidak berani datang," kecam dia.

Pasal 73 ayat 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD, menyatakan pejabat negara atau pemerintah yang tiga kali berturut-turut tak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah, dapat dipanggil paksa oleh DPR dengan melibatkan kepolisian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com